InsideNTB.com, Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin tinggi pula potensi korupsinya.
Hal itu ia sampaikan berdasar data KPK pada 2015 yang menunjukkan 86 persen pelaku korupsi merupakan lulusan perguruan tinggi.
“Fakta menunjukkan bahwa ternyata perilaku koruptif itu ternyata seiring, linier. Sarjananya kian tinggi, masternya kian tinggi, ternyata pelaku yang koruptornya juga semakin tinggi,” kata Ghufron dalam acara Virtual Studium Generali dan Peluncuran Kuliah Online Pendidikan Antikorupsi yang disiarkan melalui akun Youtube KPK, Kamis (1/10/2020).
Menurut Ghufron, hal itu menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi bukanlah kejahatan yang dilakukan orang-orang tidak berpendidikan.
Ia menuturkan, fakta tersebut menjadi masalah karena pendidikan yang makin tinggi semestinya dapat menekan perilaku koruptif.
“Semestinya kian tinggi berpendidikan semakin rendah korupsinya. Ini yang menjadi kritik untuk kita semua, bukan hanya kepada Kemendikbud, bukan hanya kepada perguruan tinggi tapi juga termasuk kepada KPK,” ujar Ghufron seperti dilansir dari kompas.com.
Oleh sebab itu, Ghufron menegaskan, pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi tidak boleh terbatas pada penerapan mata kuliah saja.
Pendidikan antikorupsi harus dibarengi dengan perilaku antikorupsi di lingkungan perguruan tinggi.
Ia menilai saat ini masih ada praktik-praktik koruptif yang dilakukan mahasiswa antara lain titip absen, gratifikasi kepada dosen, hingga melakukan plagiat.
“Pendidikan antikorupsi itu tidak cukup dengan hanya mata kuliah, tidak cukup evaluasinya hanya dengan nilai A, karena perilaku korupsi sesungguhnya adalah pendidikan karakter,” kata Ghufron.(RED)