Pengamat Hukum, Dorong Pemda KSB Fokus Maksimalkan Bandara Sekongkang

INSIDE NTB.COM, Sumbawa Barat – Pengamat Hukum sekaligus Advokat Muda, asal Sumbawa Barat Mulyawan, SH, mendorong Pemerintah Sumbawa Barat untuk fokus memaksimalkan Bandara Sekongkang, daripada membangun bandara baru.

Hal itu, bukan tak beralasan sebab, hingga saat ini bandara milik pemerintah daerah belum berjalan maksimal.

“Sebaiknya, Pemerintah Daerah lebih mengedepankan penawaran kepada investor untuk memaksimalkan kembali Bandara Sekongkang, tentu dengan memperhatikan payung hukum yang ada, yaitu Rencana Induk Bandara (RIB) yang menelan biaya sebesar Rp. 1.135.000.000 M, sebagaimana dilakukan PT Amethys Utama waktu itu,” kata Mulyawan, kepada wartawan, Kamis (27/5/2021) kemarin.

Selain itu, dirinya mencermati isu dan perkembangan terkait rencana persiapan dan pembangunan bandara Kiantar, hingga kini masih menyisakan persoalan, tidak hanya terkait steatment yang awalnya akan dibangun pihak PT AMNT kemudian diralat dilakukan oleh pihak investor, belum lagi adanya sejumlah pemilik lahan yang masih bertahan untuk tidak menjual lahannya.

Melihat adanya steatment yang kontradiktif dari Pemda Sumbawa Barat dimana dalam sosialiasi sebelumnya, Bupati Sumbawa Barat Dr. Ir. HW. Musyafirin mengatakan bahwa dari tiga lokasi yang telah survey, hanya Kiantar yang paling memungkinkan. Bahkan, pembangunan bandara Kiantar informasinya telah diperkuat dengan Perda Nomor 2/2021 Tentang RTRW, sebagai payung hukumnya.

Lantas yang menjadi pertanyaan, kenapa Pemda KSB saat itu mengucurkan anggaran 8.5 miliaran sejak 2014 hingga 2017 untuk pengembangan bandara Sekongkang? sementara faktanya anggaran yang dikeluarkan setelah Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumbawa Barat diterbitkan.

“Jangan sampai biaya-biaya yang dikeluarkan melalui APBD berpotensi menjadi kerugian negara dan berhadapan dengan hukum nanti, sebab asas manfaat yang tidak tercapai. Bayangkan anggaran ini tidak sedikit jika diakumulasi semenjak awal pembelian bandara dari pihak swasta, peningkatan fasilitas baik perencanaan, pengawasan dan fisik serta terlebih kalau ada biaya pemeliharaan rutin,” jelasnya.

Ia menilai, apabila pemerintah daerah tidak fokus dalam memaksimalkan kembali bandara yang ada, di kwatirkan akan bermasalah hukum di kemudian hari.

Mulyawan menyebut, indikasi kerugian itu apabila di akumulasi dari besaran anggaran perencanaan dan pengembangan bandara menelan biaya yang sangat fantastis, itu diluar dari anggaran negara yang keluar untuk membeli atau men take over bandara tersebut dari swasta.

Ia juga merinci secara detail jumlah anggaran yang telah di kucurkan beserta pemenang tender sebagai berikut; Perencanaan peningkatan bandara Sekongkang, menggunakan APBD tahun 2014 dimenangkan oleh CV. Geo Techno Design senilai Rp. 120.000.000. Kemudian, biaya Pengawasan Peningkatan Bandara APBD tahun 2014 dimenangkan oleh CV. Bina Inti Rancang Konsultan senilai Rp. 100.434.000.

Selanjutnya, biaya Peningkatan Bandara APBD tahun 2014 dimenangkan oleh PT. Istana Persahabatan Timur Rp. 7.012.130.000, kemudian biaya Belanja Jasa Konsultansi “Studi Kelayakan Bandara Sekongkang” APBD tahun 2017 dimenangkan PT. Tambora Setia Jaya Rp. 149.215.000 dan terakhir biaya Rencana Induk Bandara (RIB) melalui APBDP 2017 yang dimenangkan PT Amethys Utama sebesar Rp. 1.135.000.000.

“Jadi, kalau bandara Sekongkang tidak di maksimalkan kembali, artinya sama saja pemerintah daerah membuang uang negara secara percuma tanpa asas manfaat yang jelas. Intinya, kita dorong pemerintah agar fokus maksimalkan bandara yang ada dulu, sebelum membangun bandara baru,” demikian, tutup, Mulyawan.(RED/ID)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!