PKPU Bermasalah, Nasabah Ancam Gugat Pailit dan Lapor Pidana Kresna Life

InsideNTB.com, Jakarta – Menyusul kasus gagal bayar yang dialami PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life), sejumlah nasabah melayangkan gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ke Pengadilan Niaga, kantor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Beberapa nasabah bahkan mengancam akan menggugat pailit PT AJK (dalam PKPU) Sementara dan menempuh upaya hukum pidana jika dana miliknya tidak juga terbayarkan.

Saat ini, proses PKPU antara pihak Kresna Life dengan para nasabah telah memasuki babak baru. Pada Jumat, (15/01/2021), kedua belah pihak telah mengikuti pembahasan proposal perdamaian, baik secara langsung maupun secara online di Pengadilan Niaga, kantor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam pembahasan proposal perdamaian, dihadiri oleh Tim Pengurus PT AJK (dalam PKPU) Sementara yaitu Arselan Ruslan, SH., LL.M., Ivan Nugroho, SH., LL.M. dan Beresman Jupiter Siagian, SH, serta Rynaldo P. Batubara, SH., MH.

Sebelum proses pembahasan tersebut berlangsung, wartawan sempat dilarang meliput oleh Beresman Jupiter Siagian, SH dengan alasan pelaksanaan protocol kesehatan. Namun salah satu perwakilan nasabah yang kebetulan adalah wartawan, Soegiharto Santoso langsung melayangkan protes kepada hakim pengawas Mochammad Djoenaedie, SH, MH dengan pertimbangan bahwa wartawan tidak bisa dilarang melakukan peliputan di ruang sidang sepanjang hal itu diizinkan oleh majelis hakim. “Saya sendiri yang melakukan konfirmasi secara langsung tentang hal itu kepada Ketua Mahkamah Agung, saat pertemuan refleksi Akhir Tahun Mahkamah Agung RI tahun 2020. Ketika itu Pak Syarifudin selaku Ketua MA menjelaskan bahwa tidak ada larangan peliputan bagi wartawan sepanjang sidang dinyatakan terbuka atau tidak tertutup, silahkan melihat rekaman videonya yang hingga kini sangat mudah dilihat di channel youtube resmi pihak MA.” terang Hoky sapaan akrabnya.

Atas dasar penjelasan tersebut, wartawan kemudian diizinkan masuk oleh hakim pengawas untuk melakukan peliputan jalannya sidang perdamaian.

Sidang antara pihak Kresna Life dengan pihak nasabah berjalan cukup alot. Pihak Kresna Life dan pihak nasabah saling beradu argument. Hoky yang mewakili isterinya selaku pemegang 2 (dua) polis asuransi Kresna Life, membeberkan kepada majelis hakim pengawas bahwa ada dugaan itikad tidak baik dari pihak Kresna Life sejak sebelum PT AJK (dalam PKPU) Sementara.

Sebelumnya, pihak Kresna Life menyatakan, mulai dari September 2020, Perseroan telah mencapai kesepakatan dengan mayoritas nasabah yang tertuang dalam Perjanjian Kesepakatan Bersama, di mana sampai dengan 18 Desember 2020, Perseroan telah berhasil mencapai kesepakatan atau menandatangani PKB dengan 8.055 nasabah atau polis sekitar 77,61% dari total polis. Dan telah melakukan pembayaran kepada para nasabah dengan jumlah sebesar Rp. 283,60 miliar.

Namun faktanya, bahwa sejak Perseroan menyampaikan penundaan pembayaran kewajiban, banyak nasabah yang mengajukan tuntutan hukum baik pidana atau pun PKPU.

Dalam proposal perdamaian ada pula permohonan adanya Grace Period selama 12 bulan dari tanggal perjanjian perdamaian, kemudian tertuliskan jadwal pembayaran utang, dimana dalam pantauan awak media, jika dibandingkan jadwal pembayaran hutang yang tertuliskan didalam PKB dengan yang tertulis didalam proposal perdamaian, jelas lebih buruk pada proposal perdamaiannya, seperti dapat dilihat perbandingannya:

A. 1Juta s/d 50 Juta, dalam PKB tidak ada, pada proposal akan lunas Juli 2022.
B. > 50 Juta s/d 100 Juta dalam PKB akan lunas April 2021, menjadi Juli 2022.
C. > 100 Juta s/d 200 Juta dalam PKB akan lunas Maret 2022, menjadi Juli 2023.
D. > 200 Juta s/d 300 Juta dalam PKB akan lunas Agustus 2022, menjadi Januari 2024.
E. > 300 Juta s/d 500 Juta dalam PKB akan lunas Juli 2023, menjadi Januari 2025.
F. > 500 Juta s/d 1 Milyar dalam PKB akan lunas Februari 2024, menjadi Juli 2025.
G. > 1 Milyar s/d 2,5 Milyar dalam PKB akan lunas Januari 2025, menjadi Januari 2026.
H. > 2,5 Milyar dalam PKB akan lunas Januari 2025, menjadi Januari 2026.

“Mohon perhatian hakim pengawas tentang kata-kata Perseroan dengan itikad baik dan bersungguh-sungguh menyampaikan Rencana Perdamaian ini, sebab faktanya hingga saat ini, istri saya belum pernah menerima pembayaran penyelesaian pertama sebagaimana yang dijanjikan dalam PKB, Lebih parah lagi, pihak kami belum pernah menerima kembali satupun PKB dari pihak PT AJK, padahal saya telah serahkan langsung sejak tanggal 17 dan 19 September 2020. Ini namanya bukti bahwa tidak ada itikad baik dari pihak PT. AJK sejak sebelum mengalami PKPU,” ungkap Hoky yang juga adalah Ketua Bidang Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia.

Dikarenakan pihak PT. AJK sejak sebelum mengalami PKPU tidak memiliki itikad baik untuk membayar, Hoky menjelaskan, pihaknya telah membuatkan surat perihal pernyataan pembatalan perjanjian kesepakatan bersama. “Mungkin masih banyak para korban pemegang polis PT AJK yang mengalami nasib serupa dengan yang dialami oleh istri saya, jadi saya ulangi bahwa ini bisa menjadi bukti petunjuk atas dugaan tidak adanya itikad baik dari pihak PT. AJK sejak sebelum mengalami PKPU. Hal tersebut dapat dilihat dari jadwal pembayaran utang yang diusulkan jauh lebih buruk dari jadwal yang tertera di dalam PKB,” tegas Hoky yang juga adalah pimpinan di media Biskom dan Info Breaking News serta Jurnal123.

Hoky juga mengatakan, pada saat pemungutan suara nanti pada Selasa, 19 Januari 2021, dan ternyata kondisi yang ditawarkan lebih buruk dari PKB, maka pihaknya mengancam akan menggugat pailit terhadap PT AJK. “Selain gugat pailit, kami akan bergabung dengan nasabah yang menjadi korban kasus ini untuk melaporkan pidana terhadap Kresna Life dengan tuduhan penggelapan dana nasabah,” tandasnya.

Sementara itu Sukisari, SH. selaku kuasa hukum kreditor mengatakan, kondisi ini patut diduga PKPU memang sengaja diharapkan oleh pihak Debitor. Sukisari menyampaikan agar Pengurus PKPU memasukkan sifat tagihan kliennya sebagai kreditor preferen sesuai dengan Pasal 52 UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. “Minta hakim pengawas mengambil sikap dan memerintahkan panitera pengganti untuk segera menempel daftar dan jenis tagihan di papan pengumuman,” pintanya.

Sebelumnya dalam Rapat Kreditor Pertama tanggal 18 Desember 2020, Pengurus PKPU harus menjalankan Pasal 233 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU yakni meminta Hakim Pengawas mendengar saksi atau memerintahkan pemeriksaan oleh ahli untuk menjelaskan keadaan yang menyangkut penundaan kewajiban pembayaran utang.

Selain itu, agar Hakim Pengawas melaksanakan Pasal 238 ayat (1) UU no. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU untuk mengangkat satu atau lebih ahli untuk melakukan pemeriksaan dan menyusun laporan tentang keadaan harta Debitor dalam jangka waktu tertentu berikut perpanjangannya yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas.

“Sayangnya Pengurus PKPU mengabaikan permohonan ini dan Hakim Pengawas juga tidak mengambil sikap tegas,” kata Sukisari.
Sedangkan kuasa hukum kreditor Nourmaida Silalahi, SH., MH. mengatakan; PKPU dalam acara perdamaian perdana ini sangat jauh dari harapan, karena fakta yang ditawarkan lebih buruk dari PKB, lalu penawaran cara pembayaran sangat tidak jelas dan bertele-tele, tidak transparan, serta tidak berdasarkan data.
Hal lain diusulkan oleh Rio Bonang (Anthony LP Hutapea & Associates Law Firm) yaitu; “Mengenai masalah hakim pemutus permohonan PKPU mengabulkan permohonan sudah tidak perlu dipeributkan, yang sekarang ada kita sudah mendaftar menjadi Kreditur marilah kita tunduk kepada UU Kepailitan dan PKPU (37 Tahun 2014) jangan dibawa kedalam UU lainnya.”

Dari PT AJK (dalam PKPU) selaku pihak Termohon yang hadir dalam proses pembahasan proposal perdamaian tersebut yaitu Rian, Gatot Budianto, Kurniadi Sastrawinata dan Siagian Simanjuntak. Disampaikan bahwa Termohon melalui surat jawabannya menyatakan sudah sepatutnya Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang yang diajukan oleh Pemohon PKPU dapat dipertimbangkan Mulia Majelis Hakim. “Termohon PKPU mohon kepada yang Mulia Majelis Hakim pemeriksaperkara a quo untuk menjatuhkan amar Putusan yang seadil-adilnya guna adanya kepastian hukum antara Pemohon dan Termohon termasuk juga bagi seluruh Para Pemegang Polis Lainnya,” ujarnya.

Sebelum menutup siding, hakim pengawas Mochammad Djoenaeidie, S.H., M.H. mengingkatkan agar Termohon dapat mempertimbangkan masukan-masukan yang telah disampaikan oleh para nasabah, baik yang hadir secara langsung maupun yang hadir secara online dan pihakTermohon menyatakan akan memperbaiki proposal perdamaian tersebut sebelum hari Selasa, tanggal 19 Januari 2021, dengan harapan akan tercapai kesepakatan damai.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!