Ketua Umum Serikat Pers Sesalkan Surat Rekomendasi DP Terkait Sengketa Pers

(Foto ist : Hence Mandagi Ketua Dewan Pers Indonesia)

InsideNTB.com, Jakarta – Penyelesaian sengketa pers yang tidak profesional di Dewan Pers (DP) kembali memakan korban. Kali ini menimpa Pemimpin Redaksi Mediaema.com Awaludin Hadi Prabowo. Bukannya memberikan perlindungan terhadap wartawan, lagi-lagi Dewan Pers malah mengancam wartawan dan media menggunakan Pasal 18 ayat (2) Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers terhadap Pemimpin Redaksi Mediaema.com Awaludin Hadi Prabowo. Sejatinya wartawan justeru wajib dilindungi dalam menjalankan profesinya sebagaimana diatur di Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Sengketa pers yang terjadi antara pihak pengadu Wakil Ketua II DPRD Tebo Syamsu Rizal dengan pihak teradu Pemimpin Redaksi Mediaema.com Awaludin Hadi Prabowo berawal dari peristiwa pemeriksaan yang dilakukan penyidik Polda Jambi terhadap pengadu Syamsu Rizal terkait penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan Lembaga Pengawasan dan Investigasi Tindak Pidana Korupsi (LPI-Tipikor) di Polda Jambi.

Dalam pemberitaan yang dimuat di Mediaema.com, Pengadu Syamsu Rizal dilaporkan memenuhi panggilan penyidik Subdit Tipikor Direktorat Reserce Kriminal Khusus Polda Jambi pada sekitar pukul 10.00 pagi tanggal 21 Juli 2020 dan keluar ruang pemeriksaan sekitar Pukul 15.58. Usai diperiksa penyidik, Mediaema.com menulis dalam laporannya situasi dan kondisi pengadu Syamsu Rizal pada saat keluar ruangan dengan wajah yang memerah.

Permasalahan muncul ketika Syamsu Rizal keberatan atas berita yang dimuat Mediaema.com dan merasa nama baiknya tercemar atas kesalahan penulisan jam kedatangan yakni pada jam 10.00 pagi padahal seharusnya jam 14.30. Dengan alasan itu Syamsu Rizal membuat pengaduan ke Dewan Pers karena merasa tercemar namabaiknya karena Mediaema.com keliru menuliskan jam kedatangan sehingga bisa diangap publik dirinya terlalu lama diperiksa polisi.

Buntut dari kejadian itu, Dewan Pers (DP) mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers Nomor :50/PPR-DP/XII/2020 tangal 7 desember 2020 tentang Pengaduan Syamsu Rizal terhadap Media Siber Mediaema.com. Dalam surat itu Dewan Pers menyebutkan Berita Teradu berjudul “Syamsu Rizal (Iday) Wakil Ketua II DPRD Tebo, Penuhi Panggilan Polda Jambi” tidak memuat konfirmasi dan klarifikasi dari Pengadu sebelum berita itu disiarkan. Selain itu Dewan pers memutuskan bahwa pihak Teradu melanggar Pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) karena membuat berita yang tidak akurat, tidak konfirmasi/klarifikasi, tidak uji informasi, tidak berimbang dan beropini menghakimi.
Menutup PPR-nya, Dewan Pers mengancam, apabila Rekomendasi butir 1, 3 dan 4 tidak dilaksanakan, Dewan Pers mempertimbangkan tidak akan menangani perkara yang melibatkan Teradu. Sehingga pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan Teradu dapat langsung menempuh proses hukum diluar Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

(Foto Ist: Surat Pernyataan, Penilaian dan Rekomendasi Dewan Pers)

Menyikapi PPR Dewan Pers terhadap Pemimpin Redaksi Mediaema.com Awaludin Hadi Prabowo, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) Hence Mandagi mengaku heran atas keputusan Dewan Pers yang sangat tidak profesional itu.

“Bagaimana mungkin persoalan pemberitaan di Mediaema.com hanya berupa kesalahan pengetikan angka lalu penyelesaiannya harus menerapkan hak jawab. Ini menandakan Dewan Pers tidak mengerti Undang-Undang Pers dan ruang lingkup kerja wartawan. Seharusnya penilaiannya adalah penggunaan hak koreksi dan kewajiban koreksi yakni koreksi angka 10.00 menjadi angka 14.30, jadi sesederhana itu kenapa dibuat sulit,” ujar Mandagi melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi, Sabtu (12/12/2020) di jakarta.

Menurut Mandagi, materi berita yang dilaporkan Mediaema.com merupakan peristiwa hukum yang melibatkan figur wakil rakyat adalah informasi menarik yang layak diberitakan tanpa harus direkayasa. Ia menambahkan, melukiskan raut wajah seseorang yang baru saja diperiksa polisi itu adalah fakta yang menarik diinformasikan bahwa itu bukan rekayasa.

“Kalau di lokasi ada media televisi maka wartawannya tidak perlu melukiskan dalam naskah terkait raut wajah orang yang direkam karena pemirsa bisa langsung melihat dari video yang ditayangkan. Jadi secara profesional wajar dan lumrah ketika wartawan Mediaema.com dengan keahliannya memvisualisasi fakta tersebut dalam bentuk tulisan, dan itu fakta bukan pencemaran nama baik terhadap seseorang,” urainya.

Lebih parah lagi, menurutnya, Dewan Pers menilai bahwa pihak teradu Pimred Mediaema.com Hadi Prabowo tidak melakukan upaya konfirmasi, padahal fakta di dalam berita yang sama terungkap bahwa Syamsu Rizal sendiri ketika itu tidak bersedia memberikan keterangan pers usai diperiksa polisi di Polda Jambi.

Hadi Prabowo sendiri sebagai pihak teradu ternyata sudah menyampaikan jawaban klarifikasi ke Dewan Pers pada tanggal 10 Oktober 2020 melalui surat resmi yang disertai bukti foto.

“PPR Dewan Pers ini sangat membelenggu kemerdekaan pers. Bagaimana mungkin Dewan Pers melayani perasaan seseorang dan membelokan fakta dan mengesampingkan keahlian wartawan untuk menyelesaikan sengketa pers. Dewan Pers ternyata tidak memahami permasalahan kapan penyelesaian sengketa pers menerapkan hak jawab dan kapan harus menerapkan hak koreksi atau kewajiban koreksi,” sesalnya.

Yang menjadi persoalan, pihak Mediaema.com terpaksa harus memuat hak jawab dengan membuat judul berita : “Syamsu Rizal” Saya Datang jam 14.30. Pukul 10.00 WIB Saya masih di Jakarta.

Sementara itu, Hadi Prabowo sendiri telah membuat laporan polisi terhadap Syamsu Rizal yang komentarnya di pesan WA Grup lokal dianggapnya melakukan pelecehan terhadap pers terkait berita yang dimuat Mediaema.com mengenai pemeriksaan Syamsu Rizal di Polda Jambi.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!