Opini  

Pendidikan dan Kemiskinan

Oleh : Eli Ermawati:

Mahasiswi : Universitas Islam Negeri Mataram (UIN)

Dalam pendapat umum kita sering mendengar bahwa keluarga miskin akan melahirkan generasi yang tak kalah miskin. Secara empiris saya rasa jawaban itu benar. Sebagaimana dijelaskan disiplin ilmu sosial, kemiskinan selalu satu garis lurus dengan rendahnya pendidikan. Oleh karena itu, jika ada seorang anak memiliki hubungan genetik di lingkungan belajar yang buruk, hasilnya akan buruk.

Dengan demikian, dapat disimpulkan jika di suatu daerah penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan, bisa dipastikan pendidikan di wilayah itu akan terabaikan. Tentu kita bisa berpendapat bahwa pendidikan bukan faktor penyebab kemiskinan Ada faktor ekonomi, politik, dan sosial budaya yang juga tidak bisa dikesampingkan.

Kita sulit mengelak karena hanya pendidikan jawaban rasional yang bisa kita terima untuk memutus rantai kemiskinan. Salah satu penyebab utama tingginya angka kemiskinan di Indonesia adalah masyarakat yang sukar mengubah hidup mereka melalui pendidikan. Tentu kita bisa memahami kuatnya pengaruh lokal dan teologi yang mempengaruhi alam pikir masyarakat tradisional.

Contohnya adalah banyak sekali orang yang beranggapan bahwa perempuan pada akhirnya hanya akan di dapur dan dikasur. Berdasarkan anggapan ini orang tua lebih memilih anaknya untuk membantu pekerjaan orang tua daripada bersekolah. Lantas bagaimana polarisasi kemiskinan bekerja? Selama ini dalam pandangan masyarakat struktural kemiskinan adalah nasib.

Hal ini menurut saya ialah suatu pola pikir yang tidak selaras atau tidak efektif. Coba kita renungkan, ada seseorang yang bekerja puluhan tahun sebagai tukang ojek. Selama itu juga ia menjalani hidup dalam keadaan miskin. Apakah dengan mencintai pekerjaan itu yang dia percaya sebagai takdir? Dan alasannya sudah pasti orang tersebut tidak punya pilihan karena keterbatasan pendidikan. Karena dalam dunia kerja yang paling diutamakan itu adalah ijazah. Tanpa disadari hal itulah yang menjadi problem kemiskinan yang menjerat masyarakat bekerja secara terstruktur.

Persoalan lain yang perlu dipertanyakan ulang ialah sistem pendidikan seperti apa yang kita punya sehingga gagal mengangkat harkat manusia untuk hidup lebih baik? Pendidikan kita (Indonesia) masih jauh dari sistem belajar dari luar negeri. Peserta didik selalu diarahkan dalam memandang dunia secara luas yang menekankan pada sistem pembelajaran kognitif semata.

Selama ini sekolah sebagai lembaga yang dipercaya masyarakat dapat mengubah nasib manusia sering kali alpa dari koreksi dan kritik. Tidak adanya monitoring yang mapan dalam pendidikan menyebabkan tertundanya cita-cita mengentaskan kemiskinan. Perlu kita sadari betapa pentingnya pendidikan sebagai titik tolak kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang harus terus-menerus dijaga dan dirawat.

 

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: insidentb@gmail.com,/redaksiinside2019@gmail.com.

Terima kasih.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!