Jakarta – Jual beli jabatan masih menjadi salah satu modus korupsi yang dilakukan kepala daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendorong pemerintah daerah untuk segera mengimplementasikan manajemen ASN berbasis “merit system” melalui area intervensi Manajemen ASN sebagai salah satu dari delapan area intervensi penguatan tata kelola pemerintahan daerah yang baik.
Ketua KPK melalui Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangan persnya, Kamis (16/9/2021) menjelaskan bahwa pada area intervensi Manajemen ASN yang terangkum dalam aplikasi MCP terdapat lima indikator keberhasilan yang disyaratkan bagi pemda untuk dipenuhi, yaitu meliputi, ketersediaan regulasi manajemen ASN berupa Peraturan Kepala Daerah (Perkada) atau SK Kepala Daerah, sistem informasi, kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan pengendalian gratifikasi, tata kelola SDM, serta pengendalian dan pengawasan.
“Kita berharap, setiap daerah dalam menyusun Perkada memuat antara lain tentang evaluasi jabatan dan analisis beban kerja, sistem pembinaan karir, tata cara dan mekanisme pengisian jabatan baik itu promosi, mutasi, dan rotasi di lingkungan instansi berdasarkan hasil seleksi, penilaian kinerja dan uji kompetensi, kode etik dan panduan perilaku ASN, serta tata cara penegakan disiplin ASN,” ujarnya.
Kemudian, lanjutnya, terkait sistem informasi diharapkan pemda telah membangun sistem informasi kepegawaian yang terintegrasi dengan data pegawai, kinerja, disiplin, dan pembinaan pegawai.
“Sedangkan terkait kepatuhan LHKPN dan pengendalian gratifikasi, KPK mendorong pemda untuk membentuk Unit Pelaporan LHKPN untuk memfasilitasi kemudahan pelaporan LHKPN demi mendorong tingkat kepatuhan yang baik, dan membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) sebagai bentuk pelaksanaan sistem integritas,” jelasnya.
Terkait tata kelola SDM, sebutnya, KPK meminta pemda menyusun evaluasi jabatan sehingga terlaksana pemetaan jabatan di lingkungan pemda. Selain itu juga menyusun regulasi implementasi tambahan penghasilan pegawai (TPP) sebagai upaya untuk mengurangi risiko tindak pidana korupsi.
“Dan terakhir, terkait pengendalian dan pengawasan KPK meminta agar Badan Kepegawaian Daerah (BKD) melakukan sosialisasi pengelolaan benturan kepentingan dan Inspektorat melaksanakan evaluasi benturan kepentingan, serta reviu atas rotasi, promosi, dan mutasi ASN,” ungkapnya.
“Intinya, keberhasilan daerah dalam mewujudkan manajemen ASN yang mengedepankan nilai-nilai profesionalisme dan integritas sangat tergantung pada komitmen kepala daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola SDM yang akuntabel dan bebas kepentingan,” kata Ipi menambahkan.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat ada tujuh kasus jual beli jabatan yang dilakukan oleh kepala daerah sejak 2016-2021. KPK menyebut jual beli jabatan menjadi salah satu modus korupsi yang kerap dilakukan kepala daerah.
“KPK mencatat kasus jual beli jabatan di lingkungan pemda sejak 2016 hingga 2021 ini telah melibatkan 7 bupati, yaitu Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jombang, Tanjungbalai, dan terakhir Probolinggo,” kata Plt Juru Bicara KPK di Jakarta, Rabu 1 September 2021.
Ketujuh kepala daerah tersebut adalah Bupati Klaten Sri Hartini, Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, Bupati Kudus Muhammad Tamzil, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial dan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari.
KPK juga mengingatkan kepada para kepala daerah agar menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang, khususnya dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi dan promosi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pemerintahan.