InsideNTB.com, Jakarta – Mantan penyidik Bareskrim Polri, AKBP Dr. Binsan Simorangkir, SH, MH, mendatangi Sekretariat Nasional PPWI, Rabu, 6 April 2021. Kedatangan oknum polisi terduga pemeras anggota PPWI, Leo Handoko, dkk, itu diterima baik oleh Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA di kantornya, Jl. Anggrek Cenderawasih X Nomor 29, Kemanggisan, Palmerah, Slipi, Jakarta Barat.
Binsan, yang datang bersama rekannya bernama Rudi, tiba di Sekretariat PPWI sekitar pukul 10.00 wib. Ketua Umum PPWI pada pertemuan itu didampingi Koordinator PPWI Regional Sumatera, Edi Suryadi, dan Pengurus PPWI Jakarta Selatan, Hendra Agus Susanto. Berdasarkan permintaan bertemu yang disampaikan melalui telepon sehari sebelum pertemuan, Binsan mengatakan ingin bersilahturahmi dan menjalin persahabatan dengan PPWI.
Perlu dijelaskan bahwa sejak akhir November 2020 lalu, Binsan Simorangkir, menjadi bahan pemberitaan utama oleh PPWI bersama jaringan medianya di seluruh Indonesia. Hal itu berkaitan dengan dugaan tindak pidana pemerasan dan pemalakan yang dilakukan oknum penyidik di Unit IV Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Mabes Polri itu. Hasil pemerasan oknum tersebut berupa ruko 3 pintu senilai 200 juta rupiah yang terletak di Desa Bojong, Kecamatan Klapanunggal, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.
Pada perkembangan terakhir, Binsan harus rela dicopot dari jabatannya sebagai penyidik di Bareskrim akibat perbuatannya itu. Iapun saat ini sedang menghadapi proses penyelidikan dan penyidikan oleh Biro Pertanggung-jawaban Profesi (Birowabprof) Divisi Propam Mabes Polri. Juga, Binsan Simorangkir terancam dilaporkan pidana ke Bareskrim atas dugaan pemerasan yang dilakukannya terhadap para korban Leo Handoko, dkk, plus dugaan pidana penghilangan barang bukti (ruko 3 pintu – red) yang telah dirobohkannya baru-baru ini.
Alih-alih berkesempatan menyampaikan keinginannya, yang sudah dapat diduga yang bersangkutan ingin meminta bantuan PPWI agar menolongnya lepas dari jeratan hukum yang sedang dan akan berproses, Binsan justru dikuliahi oleh Wilson Lalengke. Dalam pertemuan yang berlangsung hampir 3 jam itu, Binsan mendapat materi khusus dari PPWI tentang pentingnya menjadi aparat yang menjalankan tugasnya dengan benar berlandaskan nilai-nilai moral dan norma yang berlaku.
“Polisi adalah kelompok orang yang memiliki pengetahuan lengkap tentang segala peraturan perundangan dan hukum, yang oleh karena itu mereka wajib sewajib-wajibnya menghindari perbuatan yang melanggar hukum. Jika warga masyarakat biasa melanggar hukum, umumnya karena mereka tidak atau belum tahu tentang aturan hukum yang diberlakukan. Hal ini dapat dimaklumi. Sangat aneh jika polisi justru jadi pelanggar hukum. Bagaimana mungkin kita dapat berharap membangun peradaban bangsa yang tinggi jika polisinya seperti Anda? Tahu hukum tapi melanggar hukum?” beber Lalengke pada bagian ceramahnya kepada kedua tamunya itu.
Sangat disayangkan, Binsan Simorangkir tidak kooperatif saat dipertanyakan beberapa hal menyangkut proses penyidikan yang dibuatnya terhadap Leo Handoko. Dia menolak menyebutkan pihak-pihak yang memaksanya merekayasa kasus perdata, kisruh antara komisaris dengan dewan direksi PT. Kahayan Karyacon, menjadi perkara pidana.
Ketika dicecar soal alat bukti yang ada dalam BAP yang ia gunakan sebagai dasar memproses pidana Leo Handoko (salah satu direktur PT. Kahayan Karyacon – red), Binsan tidak dapat menunjukkan alat bukti dan keterangan yang diminta. “Saya tidak dapat menyampaikannya di sini, itu sudah menjadi kewenangan kejaksaan,” kata oknum penyidik itu berkelit.
Saat disampaikan bahwa JPU kesulitan membuktikan tuduhan pasal pemalsuan yang disangkakan oleh penyidik Binsan Simorangkir, dan akhirnya JPU memasukan pasal lain tentang penggelapan yang tidak dilidik maupun disidik oleh penyidik Bareskrim Polri [5], Binsan diam seribu bahasa. “Saya sudah temui Kasi Pidum Kejari Serang, dia gagap dan tidak mampu menunjukkan bukti atas tuduhan yang dibuat oleh Anda sebagai penyidik, oleh karena itu JPU menambahkan pasal lainnya yang tidak ada dalam BAP. Karena ini kasus hasil rekayasa, akhirnya JPU ngawur membuat dakwaan. Begitulah jika polisi tidak memiliki moralitas, akhirnya memutar-balik hukum semaunya demi kepentingan dirinya sendiri,” ujar Lalengke dengan suara agak meninggi.
Parahnya, Binsan Simorangkir juga terkesan tidak bersalah saat ditanyakan mengapa dia melakukan pelanggaran pidana menghilangkan barang bukti kejahatannya yakni merobohkan bangunan ruko 3 pintu di Bogor. Dia mengatakan bahwa tempat itu akan dibangun tower. “Soalnya tempat itu akan dibangun tower,” katanya datar.
Rakyat tentunya perlu mempertanyakan kualitas oknum polisi selevel AKBP itu, termasuk kualifikasi keilmuan, pengetahuan hukum, dan paling utama kualitas moralitasnya. “Level AKBP dengan gelar akademik doktor, sarjana hukum, master hukum, tapi perilakunya sebagai polisi justru berbanding terbalik dengan pangkat dan gelarnya, bagi saya itu suatu keanehan. Apakah Anda tidak merasa aneh soal ini?” tanya alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu kepada Binsan, yang dijawab dengan diam tersipu malu.
Menjelang pukul 13.00 WIB, oknum penyidik bersama rekannya, Rudi, itu mohon diri dengan alasan hendak makan siang di warung depan jalan. Merekapun menghilang segera di ujung jalan Anggrek Cenderawasih X, ketika dipersilahkan pergi usai sesi pengambilan foto bersama.(**)