(Foto : Deni Saputra, S.Pd Ketua KPU Sumbawa Barat)
InsideNTB.com, Sumbawa Barat – Bupati Sumbawa Barat, DR. Ir. H. W. Musyafirin, MM tidak diperbolehkan melakukan mutasi pejabat dilingkup pemerintah setempat jelang pilkada. Larangan ini dipertegas menyusul dalam waktu dekat ini pemerintah setempat di kabarkan akan melakukan mutasi.
“Ya, larangan itu berlaku bagi petahana yang bakal mencalonkan diri di pilkada, maupun yang tidak mencalonkan. Kami sudah koordinasikan itu sama Pak Bupati maupun Pak Wabup, bahwa dilarang melakukan pergantian pejabat terhitung 8 Januari,” kata Ketua KPUD Sumbawa Barat, Deni Saputra, S.Pd, dihubungi wartawan, Jumat ( 3/1/2020).
Larangan calon petahana melakukan mutasi atau pergantian pejabat itu sebut Deni, sudah diatur dalam UU No.10/2016 tentang Pilkada.
Pasal 71 Ayat 2 UU Pilkada menyebutkan Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.
“Jika terjadi kekosongan jabatan dalam sebuah instansi, maka kepala daerah tak perlu melakukan penggantian pejabat dan cukup menunjuk pejabat pelaksana tugas,” jelasnya.
Selain dilarang melakukan mutasi atau penggantian pejabat, kepala daerah juga dilarang menggunakan kewenangan, program, maupun kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon yang mengikuti kontestasi Pilkada 2020 baik di daerahnya maupun daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan paslon terpilih.
“Jika melanggar ketentuan tersebut, calon petahana atau incumbent yang mengikuti kontestasi Pilkada 2020 bisa terancam gagal atau terdiskualifikasi dari pencalonannya. Sanksi itu diatur dalam Pasal 71 ayat 5 UU Pilkada,” sebutnya.
Deni tak menyangkal jika potensi kerawanan dalam Pilkada salah satunya dapat dipicu dengan ketidaknetralan ASN.
Untuk itu, dalam hal pengawasan mengenai mutasi ini dilakukan oleh Bawaslu dengan menerima setiap laporan adanya penggantian atau pencopotan jabatan, yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Jadi, aturan yang diterapkan dalam Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2019 itu sudah sangat tepat. Sebab, pertarungan di pilkada memang harus dilakukan secara adil tanpa ada satu pun pihak yang diuntungkan oleh sebuah kekuasaan,” demikian Deni.(ID/TN)