Kejati NTB Bantah Soal Pelanggaran Kode Etik JPU

Mataram | Kepala Kejaksaan Tinggi NTB melalui Kasi Penerangan Hukum Efrien Saputera,SH, MH menanggapi atas pemberitaan yang dimuat oleh Media Online ERAKININEWS pertanggal 21 Februari 2023.

Dalam narasi pemberitaan tersebut menyebutkan jika korban berinisial “BDM” (perempuan) memberikan statement ke media bahwa adanya pelanggaran etik dan tidak transparan JPU dalam menjalankan tugas terkait penanganan perkara ITE yang dilaporkan oleh BDM terhadap Hj. SNK dimana perkara tersebut telah disidangkan di Pengadilan Negeri Mataram.

Selain itu juga pelapor BDM telah bersurat dan melaporkan hal tersebut kepada Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) dengan tembusan ke Presiden RI, Kejaksaan Agung RI, Ombudsman, Menteri Hukum dan HAM, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Ketua Pengadilan Negeri Mataram dan Komisi Yudisial.

Bahwa point-point yang disampaikan BDM bahwa Oknum JPU tidak pernah menginformasikan jadwal persidangan secara berkala terkecuali jika ditanya terlebih dahulu oleh pelapor melalui Whatsapp atau telepon biasa meski pernah menyampaikan 1 kali dan oknum JPU tidak menyampaikan hasil putusan atau vonis Pengadilan terkait penanganan perkara pelapor.

“Berdasarkan laporan dan informasi dari Kejaksaan Negeri Mataram, bahwa perkara ITE dengan terdakwa Hj. SNK memang benar penanganan penuntutannya berada dan menjadi kewenangan dari Kejaksaan Negeri Mataram, dan perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap atau telah diputus oleh Majelis Hakim PN Mataram,” kata Kasi Penkum Kejati NTB, Efrien Saputera, SH, MH dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/2/2023).

(Foto : Kasi Penerangan Hukum Kejati NTB Efrien Saputera,SH, MH)

Ia menegaskan, semua yang disampaikan oleh BDM dalam pemberitaan media online ERAKININEWS itu tidak benar dan Jaksa dalam hal ini Penuntut Umum telah melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pihak korban berdasarkan UU dan KUHAP serta Penuntut Umum telah melakukan penuntutan secara profesional.

“Jadi, proses persidangan di Pengadilan Negeri Mataram terbuka untuk umum dan untuk korban BDM telah dipanggil secara patut sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram dimana sesuai jadwal tersebut. Bahkan, BDM diminta untuk hadir memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan,” bebernya.

Kemudian, sambungnya, setelah korban memberikan keterangan sebagai saksi, tidak ada kewajiban penuntut umum untuk memberitahu kepada BDM terkait jadwal sidang-sidang berikutnya, dan berdasarkan informasi dari Kejaksaan Negeri Mataram yang menangani perkara ITE tersebut, Penuntut Umum telah menginformasikan melalui pesan whatsapp kepada BDM jika mau tetap mengikuti proses persidangan-persidangan berikutnya silakan hadir ke Pengadilan Negeri Mataram dan dijawab oleh BDM “GAK USAH DAH BU YA…SY SUDAH DISUMPAH KMRN UTK KETERANGAN…

“Berdasarkan hal ini bisa kita buktikan dari hasil percakapan whatsapp antara BDM dan Penuntut Umum yang menangani perkara Hj. SNK. Sebab, korban telah memberikan keterangan dipersidangan dan penuntut umum telah merasa cukup atas keterangan yang diberikan BDM dipersidangan untuk pembuktian perkara yang ditangani maka tidak ada kewajiban lagi penuntut umum menginformasikan dan memanggil BDM untuk memberikan keterangan dipersidangan berikutnya.

“Yang jelas sidang di Pengadilan Negeri Mataram terbuka untuk umum maka siapapun bisa datang dan hadir untuk menyaksikan dan mengikuti proses persidangan termasuk BDM, tidak ada larangan kepada yang bersangkutan untuk hadir menyaksikan dan mengikuti proses persidangan berikutnya,” lanjutnya.

Terkait Penuntut Umum yang tidak menyampaikan hasil salinan putusan atau vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram kepada BDM, kata dia, hal itu bukan menjadi kewenangan dan kewajiban Penuntut Umum, berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada pasal 226 menyebutkan :

1. Petikan surat putusan pengadilan diberikan kepada terdakwa atau penasehat hukumnya segera setelah putusan diucapkan ;

2. Salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umum dan penyidik, sedangkan kepada terdakwa atau penasehat hukumnya diberikan atas permintaan ;

3. Salinan surat putusan pengadilan hanya boleh diberikan kepada orang lain dengan seizin Ketua Pengadilan setelah mempertimbangkan kepentingan permintaan tersebut.

Dari penjelasan aturan di atas, maka tidak ada kewajiban penuntut umum untuk menyampaikan salinan putusan atau vonis kepada korban, dan jika korban dalam hal ini BDM ingin mendapatkan salinan putusan maka BDM harus bermohon dan meminta izin kepada Ketua Pengadilan.

“Dengan ini kami tegaskan, Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi NTB yang menangani perkara ITE an. Terdakwa Hj. SNK telah melaksanakan tugasnya sesuai Hukum Acara Pidana, transparan dan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jadi, tidak ada pelanggaran kode etik sebagai Jaksa Penuntut Umum yang dilanggar serta statement yang dibuat oleh BDM di media online ERAKININEWS mengada-ada dan tidak berdasar,” demikian, Efrien.

error: Content is protected !!