(Foto Ilustrasi)
Sumbawa Barat | Ketua Forum Masyarakat Untuk Transparansi (Format) Joni Saputra, SH meminta Kapolda NTB, Irjen Djoko Purwanto menarik penanganan kasus dugaan korupsi Desa Seminar Salit, Kecamatan Brang Rea, ke Direskrimsus Polda NTB.
Joni menilai penanganan kasus itu berpotensi rawan konflik kepentingan terutama antar penegak hukum. Menurutnya, masalah muncul pada tarik ulurnya tahapan pemberkasan yang tidak kunjung P21 atau dinyatakan rampung.
“Itu belum P21, padahal penyidik Reskrim telah menetapkan sedikitnya enam tersangka dengan kerugian negara nyaris Rp 600 juta. Padahal sudah memakan waktu proses penyidikan yang lama,” kata Joni, di Taliwang, Jum’at (5/8/2022).
Ia menegaskan, petunjuk Jaksa yang terus menerus memaksa menghadirkan dua tersangka yang sedang berstatus DPO alias buron memicu konflik kepentingan antar dua institusi penegak hukum itu. Kalau DPO belum bisa ditemukan maka pemberkasan penuntutan untuk enam tersangka tidak bisa rampung. Atau tidak bisa disidangkan.
Artinya kata dia, ini rawan memicu ketidak pastian hukum. Status tersangka menjadi tidak jelas dan bisa saja memicu penghakiman sosial dan beresiko bagi keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Sebaiknya saran kami, pak Kapolda harus memberikan perhatian serius bagi upaya dan kerja anak buahnya di Polres KSB. Bila perlu ada supervisi dari Direktorat Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda. Ini kasus jadi bias dan rawan konflik kepentingan dibawah. Ini kredibilitas penyidik Polri dipertaruhkan,” terangnya.
Ia juga meminta Kejaksaan untuk profesional. Berlaku obyektif dan tidak diintervensi kepentingan tertentu. Apalagi kata dia, kinerja Kejaksaan jadi sorotan. Baik secara etika pejabatnya yang tampil mesra dengan pejabat di KSB didepan publik, hanya urusan pesta dan makan. Sampai ke urusan profesionalitas kinerja.
“Kejaksaan kami minta jangan tebang pilihlah menangani kasus korupsi. Ada kasus korupsi desa ditangani ada yang tidak ditangani. Padahal kasus Tipikor yang melibatkan pejabat Pemda banyak. Misalnya Mark up dan korupsi proyek,” pintanya.
Terakhir, ia mendesak juga Kajati NTB terutama Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) serta Direktur Reskrimsus Polda NTB berkoordinasi dan segera melakukan supervisi terhadap kinerja penyidik dua institusi ini. Demi rasa keterbukaan dan rasa keadilan masyarakat.
Sementara, Kapolres Sumbawa Barat AKBP Heru Muslimin dikonfirmasi wartawan menegaskan, terkait proses penanganan kasus korupsi Dana Desa Seminar Salit, pihaknya telah bekerja sesuai aturan yang berlaku bahkan, penyidik telah menetapkan 6 orang tersangka.
Ia mengaku, saat ini kasus tersebut tengah menjadi perhatian publik, sehingga dalam penanganannya penyidik telah bekerja maksimal.
“Yang jelas, dalam penanganan kasus ini kami bekerja profesional tanpa ada intervensi, apalagi kasusnya menjadi atensi publik. Jadi gak bisa main-main,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Seksi Penerangan Umum (Kasi Penkum) Kejati NTB, Efrien Saputra, menolak tuduhan LSM atau penilaian pengamat yang menyebut Jaksa di Sumbawa Barat menghambat penegakkan hukum oleh kepolisian.
Menurutnya, tidak ada petunjuk jaksa yang dibuat berbelit belit apalagi dituduh menghambat. Berkas perkara kata Efrien bisa P21 menjadi kewenangan jaksa peneliti di Kejari Sumbawa Barat.
“Maaf anda salah alamat meminta tanggapan ke saya. Sebaiknya ke Kejari KSB,” kata, Efrien, cetus.
Menurut Efrien sesuai hukum pidana, jika Jaksa berkeyakinan berkas perkara pidana belum memenuhi syarat formil dan materil akan dituangkan petunjuk dalam P19. Jadi menurutnya, dari sisi mana dikatakan proses P21 berbelit belit. Semuanya diatur dalam KUHAP.
“Saya yakin teman teman peneliti di KSB sangat profesional dalam melaksanakan tugasnya. Mereka akan membuktikan perkara tersebut di pengadilan, Jaksa sebagai dominus litis perkara bukan LSM atau penyidik,” terangnya.