Selong | Berbagai tuduhan terus di arahkan kepada seorang pria yang juga sebagai owner Kedai Mogen yang membuka usaha di Pertokoan PTC Milik Pemda Lombok Timur. Dari tuduhan merusak dan merubah fisik pertokoan milik Pemda, miras, tunggakan hingga hewan peliharaan.
Padahal dialah salah satu yang memiliki komitmen menghidupkan dan merawat aset Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Timur (Lotim) NTB yang dari awal di buka sampai sekarang selalu luput dari perhatian pemerintah setempat.
Saat di konfirmasi, Selasa (2/8/2022) Owner Kedai Mogen, Amrin, menjelaskan kepada awak media bahwa dirinya tidak pernah merusak aset apalagi fasilitas milik Pemda setempat.
“Dari awal kami masuk ke pertokoan ini, kondisinya sangat memprihatinkan, tembok pembatas antar toko dalam kondisi sudah di rusak sama penyewa sebelumnya. Begitu juga dengan kamar mandi sudah di ratakan. Saya dengan uang pribadi membuat pembatas sendiri dari triplek, dan membuat kamar mandi sendiri serta membuka tangga yang di tutup oleh penyewa sebelumnya. Kemudian untuk dag balkon memang kami membuat akses ke atas dan itu di buat bukan untuk kepentingan pribadi kami semata tapi kepentingan pengguna yang lain,” kata Amrin.
Ia pun menambahkan, setiap musim penghujan datang sebagain besar toko di PTC mengalami kebocoran. Hal itulah yang mendorong owner Kedai Mogen untuk membuka akses ke dag balkon untuk melakukan perbaikan.
“Setiap musim penghujan datang, sebagian besar pertokoan ini mengalami kebocoran. Itu sebabnya kita bikin akses ke atas. Dan yang saya perbaiki bukan hanya dag balkon milik kami, tapi satu blok pertokoan itu kami perbaiki dengan biaya sendiri. Bahkan sampai tamanpun kami buat sendiri. Kami minta di Bapenda katanya tidak ada anggaran untuk pemeliharaan PTC Pancor. Tapi sangat di sayangkan, malah kami di tuduh merusak dan merubah bentuk fisik pertokoan,” jelasnya.
Petinggi dua organisasi SPRI dan Organisasi Sosial RSI ini kembali mengklarifikasi soal tuduhan melihara anjing di dag balkon.
“Kemudian yang selanjutnya soal tuduhan memelihara anjing di dag balkon, memang benar ada 3 anak anjing kami taruh, kami tidak memelihara tapi hanya menyelamatkannya dari pembantaian senjumlah orang, kasian dia masih bayi, masa iya di lempari pakai batu hingga mati. Makanya yang hidup saya selamatkan sampai mereka bisa mencari makan sendiri. Dan kemarin kita coba turunkan, tapi baru semalam anak anjing itu kembali di buru, yang satu di bunuh sementara yang dua nya di patahin kaki kakinya. Mereka juga punya hak yang sama seperti manusia untuk hidup,” tegasnya.
Namun jerih payahnya bukannya di apresiasi oleh OPD yang di tunjuk mengelola PTC, malah sebaliknya menudingnya merusak fasilitas milik Pemda dan bahkan mengancamnya untuk menutup usahanya yang baru satu bulan merubah konsep usahanya menjadi Restauran dan Karaoke Keluarga. Padahal Kedai Mogen ini sudah mengantongi Perijinan Berusaha Berbasis Resiko (Kalisifikasi Resiko Menengah Rendah) dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) 1706220021918 untuk ijin Karaoke dan Perijinan Berusaha Berbasis Resiko (Klasifikasi Resiko Rendah) dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) 1706220003986 untuk ijin Rumah Minum/Cafe
Perlu di ketahui, sejumlah toko di PTC Pancor di rusak atau bentuk fisiknya di ubah oleh penyewa sebelumnya, seperti toko toko yang di tempati Kedai Mogen, Pawon Kirana, Perpu, Mak-Po, Qween, namun oleh OPD yang mengelola tidak ada sanksi atau tindakan terhadap mereka, malah mengkambing hitamkan para penyewa selanjutnya.
“Kami (red. Kedai Mogen, Pawon Kirana, Perpu, Mak-Po, Qween, PJTKI Pamor Sapta Dharma) saat di awal sudah mendapatkan kondisi toko rusak, ada yang tembok pembatas nya di rusak/di ratain, kamar mandi tidak ada, dan bahkan ada juga toko yang tanpa tangga. Dan yang paling parah toko yang di tempati oleh Kedai Mogen, tanpa pembatas tembok samping dan tembok belakang, begitu juga di lantai 2 tembok samping dan belakang sudah tidak ada, begitu juga kamar mandi. Jadi itu kita bikin ulang dengan biaya sendiri,” pungkasnya.
Di tempat terpisaha, Eko rahady. SH selaku Tim advokat SBMI Lombok Timur mengecam keras tindakan Bapenda Lombok Timur bersama puluhan anggota Sat Pol PP yang menggeruduk masuk, padahal di dalamnya ada 3 anak kecil. Kedatangan puluhan Sat Pol PP ini sontak membuat ketiga anak kecil ini ketakutan dan tidak mau makan hingga malam hari.
“Kalau yang di masalahkan adalah tunggakan, semua kita tau bahwa di PTC ini banyak yang nunggak. Tapi kenapa hanya Saudara Amri yang di paksa keluar dan di usir, kenapa yang lain tidak di keluarkan. Ngusir bukan solusi, sebaiknya cari jalan tengah, berikan para usaha menengah untuk hidup, dengar kreatif cara usaha, tinggal diawasi, dan kalau melanggar berikan SP 1 sampai SP 3. Bahkan di PTC ada PJTKI yang menipu warga lombok timur hingga 3,38M yang mencari nafkah ke luar negeri dan itu korbannya ratusan orang warga Lombok Timur tapi tidak ada tindakan dari Bapenda, malah yang menutup PJTKI itu adalah kami. Dan kalau masalah usaha karaoke, kan yang membuka karaoke bukan saudara amri saja, bahkan ada cafe yang terang terangan jual miras tanpa ijin dan menyediakan PSK, bukan PS lagi tapi kenapa di biarkan. Jangan diskriminasi donk!,” tegasnya.
Ia pun menyinggung ketidaktegasan Bapenda Lombok Timur yang terkesan pilih kasih terhadap penyewa PTC Pancor, pasalnya ada sejumlah usaha yang menggunakan lahan parkiran sebagai tempat usaha dan bahkan menjadikannya bangunan semi permanen.
“Jangan pilih kasihlah, coba lihat ada beberapa usaha malah menggunakan lahan parkir sebagai tempat usaha dan bahkan membuat bangunan semi permanen. Kalau memang yang menunggak harus keluar, iya keluarkan semua yang nunggak, begitu juga kalau usaha karaoke tidak di perbolehkan, maka tutup semua karaoke di PTC. Bila perlu jangan jadikan PTC sebagai tempat usaha, jadikan sarang walet aja biar tambah sepi,” pungkasnya.
Sementara Kabid Retribusi Jayadi yang di konfirmasi lewat pesan singkat WhatsApp menjawab singkat bahwa tidak ada diskriminasi.
“Maaf ton. Tdk ada diskriminasi. Ini masalah ketertiban, keamanan dan tunggakan sewa yg blm dilunasi,” jawabnya singkat.