(Foto ist: Zulpaini, S. Tr. Keb., MKM., salah satu Tim Riset Pemprov NTB)
InsideNTB.com, Lombok Utara – Badan Penelitian Kesehatan Republik Indonesia melalui Dinas Kesehatan Provinsi NTB melakukan riset penelitian terkait Program Upaya Pelibatan lintas sektor dalam penurunan stunting di provinsi NTB dalam bentuk program 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Tanpa nutrisi yang baik, bayi dapat mengalami kerusakan serius bahkan permanen pada otak dan tubuhnya yang sedang berkembang.
Masalah gizi kronis pada 1.000 HPK bisa berdampak pada stunting atau bertubuh pendek. Pada fenomena ini orang tua harus lebih waspada terhadap kondisi anak mereka, karena hal ini sangat penting untuk mencegah dampak jangka panjang.
Anak yang tidak tumbuh dengan baik dan terlalu pendek untuk usia mereka menderita kondisi yang dikenal sebagai stunting (postur pendek/kerdil).
Stunting menunjukkan bahwa seorang anak gagal berkembang. Secara global, satu dari empat anak di bawah usia lima tahun menderita stunting.
Kasus stunting kini sudah bukan lagi masalah Kementerian Kesehatan RI, namun juga melibatkan multi sektor serta kementerian lainnya. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI tahun 2013 menyebutkan prevalensi sebesar 37,2 persen atau 9 juta anak.
Untuk itu, Tim riset Dikes Provinsi NTB melakukan kegiatan dengan Kementerian Agama Kabupaten Lombok Utara, Jum’at (13/9) bertempat di ruang Humas Kemenag KLU.
Tim yang terdiri dari Zulpaini, S. Tr. Keb., MKM., yang di damping Lalu Ahmad Fahrurrozi, M. Clin. Phram, Apt., mengatakan, bahwa tujuan dari riset ini untuk melakukan perbaikan gizi kepada masyarakat terutama anak-anak di Kabupaten Lombok Utara.
“Tujuan kami melakukan kegiatan riset ini adalah untuk melakukan perbaikan gizi masyarakat khususnya bagi anak-anak dan juga untuk menurunkan stunting mulai dari Ibu hamil diberikan tablet tambah darah, bayi lahir diberikan gizi yang baik sampai anaknya berusia 2 tahun sehingga nantinya anak itu akan mendapatkan gizi yang bagus. Ini bagian dari kami untuk memantau dari bagaimana pola asuh dari keluarga,“ ungkap Zulpa.
Stunting ini lanjutnya, bukan hanya kita melihat dari segi kesehatan saja tetapi bisa jadi dari peran dari dinas PU juga terutama terkait persiapan sanitasi, peran dari kementerian agama yang juga terkait masalah penyuluhan, pendidikan.
Disamping itu, kata Zulpa, kesehatan ini juga tidak bisa lepas dari agama. Dan dari dinas lainnya juga seperti dinas sosial serta dinas kependudukan kedua dinas tersebut juga mempunyai peran bagaimana para remaja diberikan tablet tambah darah yang juga untuk menunjang ketika dia dalam masa usia subur.
“Para remaja juga membutuhkan tablet tambah darah untuk menunjang gizi mereka kedepan ketika akan menikah nantinya,” katanya.
Zulpa juga menjelaskan, kalau program riset ini akan berlangsung selama dua bulan kedepan. Dari hasil riset ini akan dikeluarkan kebijakan baru terkait penurunan stunting di Provinsi NTB baik dalam bentuk kebijakan atau program.
“Setelah Dinas kesehatan melakukan riset ini, akan mengetahui dan akan mencari peran dari masing-masing instansi karena masalah stunting ini tidak bisa hanya melibatkan dinas kesehatan saja tetapi melibatkan semua pihak termasuk kementerian agama,” kata dia.
Dari hasil riset yang dilakukan dibeberapa tempat dan intansi bahwa ditemukan masih banyak instansi hanya terfokus ke remaja, anak-anak tetapi belum terfokus ke lansianya. Karena menurutnya selama ini orang tua itu kebanyakan menitipkan anak-anak ke orang tua.
Sedangkan orang tua dimana tempat menitipkan anak tersebut belum mengerti bagaimana cara mengasuh anak yang baik, bagaimana cara memberikan asupan gizi yang baik.
“Untuk itulah perhatian kepada lansia dalam menurunkan angka stunting akan menjadi perhatian. Karena yang biasa mengurus anak perlu juga diberikan pemahaman tentang stunting ini, perlu diberikan pengetahuan tentang asupan gizi anak yang baik. Sehingga yang perlu diberikan edukasi bukan hanya remaja saja tetapi juga orang tua yang mengasuh anak dan nenek-nenek yang mengasuh cucunya, sangat perlu juga diberikan pemahaman tentang stunting ini,” jelasnya.
Ia juga mencontohkan bagaimana orang tua yang sibuk bekerja dan menitipkan anaknya pada neneknya sedangkan neneknya tidak mengetahui dengan baik cara mengasuh anak yang benar bagaiman asupan gizinya.
“Setelah kegiatan riset ini nantinya akan menjadi acuan dalam mengambil kebijakan,” tukasnya.(ID/MSJ)