Mataram | Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Masyarakat Anti Korupsi (GMAK) akhirnya melaporkan secara resmi dugaan aktivitas tambang galian C Ilegal di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus Polda NTB.
Pelaporan tersebut dilayangkan GMAK ke Polda NTB dengan Nomor : TBLP/177/V/2024/Ditreskrimsus diterima langsung oleh pihak Ditreskrimsus Polda NTB, pada, Jum’at (02/05/2024).
“Hari ini kami resmi laporkan sejumlah aktivitas tambang galian C ilegal diduga liar beroperasi di sejumlah blok di Sumbawa Barat ke Ditreskrimsus Polda NTB,” ungkap, kuasa hukum LSM GMAK Muhammad Wahyudiansyah, SH, didepan kantor Ditreskrimsus Polda NTB, usai menyerahkan laporan terkait Galian C ilegal, siang kemarin.
Dalam laporannya, GMAK mengungkap fakta bahwa hampir seluruh kecamatan di wilayah KSB terdapat area/blok penambangan batu batuan dan pasir yang di keruk tanpa Izin dari pihak terkait.
“Blok blok tersebut di gali dengan menggunakan alat berat, berupa excavator dan diangkut menggunakan dump truk setiap hari. Belum lagi penggunaan mesin Asphalt Mixing Plant (AMP). Mesin industri produksi koral dan batu split. Seluruh aktivitas galian C di blok blok itu diduga atau ditenggarai tidak memiliki izin yang sah,” bebernya.
Menurutnya, sesuai Undang Undang Minerba Nomor 3 tahun 2020, pasal 158 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, pertambangan galian non batu batuan mineral dikenakan sanksi pidana dan denda.
“Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
Selain itu, Yudi akrab Lawyer muda di panggil itu menyebut, bahwa sesuai UU Minerba Nomor 3 tahun 2020 terdapat beberapa syarat utama pengajuan izin penambangan galian C, Pembuatan Rekomendasi Tata Ruang dari Bupati, Pengurusan/penerbitan izin Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), pengurusan Izin Eksplorasi, Pengurusan Izin Usaha Operasi Produksi (IUPP), Pengurusan Izin Usaha Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKLdan UPL) yang di asistensi Dinas Lingkungan Hidup Provinsi.
“Seluruh izin tersebut diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi melalui asistensi Dinas ESDM Provinsi NTB. Kemudian, seluruh izin tersebut setelah dikeluarkan, wajib membuat laporan UKL dan UPL, Laporan Eksplorasi dan Laporan Reklamasi Pasca tambang,” terangnya.
Dalam case ini, pihaknya menduga terdapat potensi tindak pidana dan kerugian Negara. Sebab dalam setiap izin baik WIUP, Eksplorasi dan IUPP wajib membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Melalui, retribusi Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Belum lagi dari proses WIUP, Eksplorasi dan Operasi Produksi terdapat potensi kehilangan pemasukan negara dari PNBP izin hingga retribusi MBLB sesuai peraturan pemerintah tentang retribusi dan pajak dari sektor pertambangan mineral dan batuan.
“Untuk itu, kami berharap penyidik Polda NTB dapat segera memproses laporan kami sebagaimana peraturan hukum yang berlaku. Tindak tegas setiap warga negara yang melanggar hukum,” demikian, Yudi.