(Foto Ist : Muhanan, SH, Advocad dan Pengamat Hukum Pidana NTB)
InsideNTB.com, Mataram – Sejumlah penjabat bahkan Bupati Sumbawa Barat berpotensi diseret ke meja hijau, jika konflik dan hilangnya kasus aset 443 bidang tanah yang didanai Pemda setempat sejak 2006 hingga 2018 tidak kunjung tuntas.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mencatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) baru baru ini menyebutkan, negara dirugikan senilai Rp 274 Miliar lebih dari ratusan bidang tanah yang tidak jelas penguasaan atau status kepemilikan atas nama daerah.
Investigasi media menemukan, LHP BPK terkait ketidak jelasan status aset tanah tersebut berulang kali diterbitkan bahkan setiap tahun, tapi belum kunjung ada perbaikan dan penuntasan.
Celakanya, Badan Pertanahan (BPN) Sumbawa Barat baru mengusulkan pembentukan tim khusus penertiban aset tanah yang dibiayai negara melalui APBD KSB tersebut pada Maret 2021. Padahal BPN termasuk lembaga yang dilibatkan Pemda dalam setiap pembebasan lahan untuk kepentingan umum.
Ini sesuai dengan Perpres Nomor 71 tahun 2012 pasal 112 dan Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang pembebasan lahan untuk kepentingan umum pasal 50.
Data dan hasil investigasi lain menyebutkan, celakanya, puluhan bidang aset tanah yang didanai APBD tersebut justru diserobot pihak lain. Diperjual belikan kembali, bersengketa di pengadilan dan hukum, bahkan Sertifikat Hak Milik (SHM) justru telah diajukan oknum tertentu.
“Kasus ini berpotensi menjadi delik pidana korupsi atau penggelapan aset negara. Kita lihat, siapa pejabat yang paling bertanggung jawab atas kewenangan atas pembayaran aset yang justru memicu kerugian negara. Siapa yang diuntungkan disini?. Yang jelas potensi kerugian negara sudah diungkap BPK,” kata pengamat hukum pidana NTB, Muhanan, SH, di Mataram, Rabu (14/4/2021).
Muhanan menegaskan, Presiden telah memerintahkan kepada jajaran Polri dan Kejagung untuk membentuk tim khusus pemberantasan mafia tanah di Indonesia. Nah, menurutnya, tim atau satgas ini akan di uji. Bukan hanya dugaan kasus mafia tanah di Sumbawa Barat tapi di kabupaten lain di NTB.
Muhanan yang juga ketua LSM Forum Analisis Kebijakan untuk Rakyat (FAKTA) NTB juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan supervisi dan penyelidikan atas kasus ini.
Sebagaimana diketahui, Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada Pasal 49 yang menyatakan bahwa “BUMN/atau BUMD yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat/Daerah harus bersertifikat atas nama Pemerintah RI/Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Selanjutnya, Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan BMD pada Pasal 296, Ayat (1) menyatakan bahwa, pengelola barang, pengguna barang dan atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan BMD yang berada dalam penguasaannya.
Selanjutnya, Ayat (2) menyatakan bahwa Pengamanan BMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pengamanan fisik, pengamanan administrasi dan pengamanan hukum.
Akibat kelalaian ini, jika pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat tidak segera melakukan persertifikatan terhadap tanah milik daerah maka berpotensi terjadinya sengketa kepemilikan. Serta timbulnya potensi gugatan-gugatan dikemudian hari terhadap kepemilikan tanah oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat serta adanya tindakan-tindakan penyerobotan terhadap tanah Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat yang belum bersertifikat.(RED)