Jakarta – Putusan sela terhadap dakwaan 13 perusahaan manajer investasi dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) biasa terjadi di dunia hukum dan bukan sesuatu yang harus dipersoalkan.
Prihal tersebut di ungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair) Prof. Dr. Nur Basuki Minarno, SH, M.Hum menanggapi dakwaan 13 korporasi kasus jiwasraya belum lama ini.
“Putusan sela harus dihormati dan biasa dalam dunia hukum bahwa antara Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum berbeda pandangan dalam menilai suatu materi persidangan seperti surat dakwaan yang dibacakan JPU,” ungkapnya, Kamis (19/8/2021).
Menurutnya, putusan sela bukan sesuatu yang harus dipersoalkan karena mekanismenya sudah diatur dalam KUHAP, yaitu JPU bisa memperbaiki Surat Dakwaan sesuai putusan Majelis Hakim, lalu melimpahkan kembali ke Pengadilan Negeri untuk disidangkan atau mengajukan verzat atau perlawanan ke Pengadilan Tinggi.
Prof. Nur Basuki mengatakan putusan sela itu bukan berarti JPU tidak progesif dalam mengajukan perkara tersebut ke pengadilan. Sebaliknya, dia menilai JPU sudah secara cermat dan jelas menguraikan perbuatan materil para terdakwa dalam Surat Dakwaan yang diajukan.
“Makanya majelis hakim dapat secara jelas pula menyimak dan sangat mengerti isi surat dakwaan, lalu menilai sepatutnya diperiksa secara terpisah (spiltzing) sebagaimana dalam putusannya tersebut,” lanjutnya.
Kompleks dan Fenomenal
Pakar hukum pidana yang meraih Master dari Universitas Diponogoro (UNDIP) Semarang tahun l994 ini mengatakan, sejak awal semua orang tahu bahwa kasus Jiwasraya dan Asabri ini kasus yang kompleks dan fenomenal.
“Sebab selain melibatkan banyak pihak juga dilakukan secara sistematis dan terstruktur oleh jaringan yang sangat kuat secara finansial dan politis serta berkerja secara terencana dan terselubung (rahasia). Jadi untuk membongkar dan mengungkap kasus ini disadari oleh semua kalangan tidak mudah,” terangnya.
Dia menilai Kejaksaan RI di bawah komando Jaksa Agung ST Burhanuddin justru mampu menepis keraguan itu dengan cepat menemukan aktor-aktor intelektual (pelaku utama) serta mengamankan aset/uang negara triliunan rupiah dalam kasus tersebut.
“Tentunya selain patut diberikan apresiasi kepada Kejaksaan RI, juga sepatutnya kita membantu dan mendukung upaya pengungkapan kasus tersebut, bukan malah mencela kinerja Kejaksaan RI yang justru akan memperlemah upaya pemberantasan Tipikor di dua kasus tersebut,” ucapnya.
Prof. Nur Basuki mengatakan, para ahli hukum seharusnya ramai-ramai membantu memberikan masukan kepada Kejaksaan untuk memperkuat Penuntutan, bukannya mencela dan bahkan menyerang posisi Jaksa Agung.
“Ada apa di balik semua ini? Apakah ada agenda terselubung oknum yang bernafsu menjadi Jaksa Agung? Mari kita bertanya pada rumput yang bergoyang,” cetusnya.
Dukungan DPR
Hal sanada disampaikan Anggota Komisi III DPR RI N. M. Dipo Nusantara. Dia menegaskan, penuntasan kasus Jiwasraya dan Asabri yang merugikan negara puluhan triliun rupiah harus didukung semua pihak.
Politisi PKB ini mengatakan, Kejaksaan Agung tidak perlu ragu dan takut untuk menyelesaikan kasus megakorupsi itu hingga ke akar-akarnya. “DPR mendukung penuh langkah-langkah pemberantasan korupsi. Korupsi merupakan musuh negara, sehingga tidak ada kata kompromi untuk menuntaskannya,” tegas Dipo.
Dia menilai Kejaksaan Agung sudah bekerja secara independen dan profesional, terbukti dari berjalannya proses hukum kasus Jiwasraya dan Asabri hingga ke pengadilan.
“Kedua kasus itu menjadi perhatian publik yang luas, jadi perlu keseriusan dan dukungan semua pihak,” ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta Kejaksaan Agung terus melaporkan progres penuntasan kasus-kasus tipikor kepada Komisi III DPR, sehingga semua pemberantasan korupsi dilakukan secara transparan dan akuntable.
“Penegakan hukum akan mengembalikan kepercayaan publik, termasuk investor,” kata Dipo.