Penulis : Hendry Kusnadi Dirut Komunitas Kajian Kebijakan Publik (K3P)
Pekerja tambang kerap kali dipanggil dengan istilah “Bang Toyib” karena memenuhi kewajiban sistem kerja yang membuat pekerja tambang membutuhkan waktu yang lama untuk liburan. Jadwal kerja di perusahaan tambang bervariasi mulai dari sistem hari kerja normal dan sistem roster. Sistem hari kerja normal biasanya diterapkan oleh perusahaan tambang yang berstatus BUMN, sedangkan sistem roster diterapkan oleh perusahaan tambang swasta. Meski di sebuah perusahaan menerapkan sistem roster, tidak semua karyawan bekerja dengan sistem roster ini. Karyawan yang berada pada divisi support seperti administrasi, human resource, Finance, IT dan lainnya bekerja dengan sistem hari kerja normal.
(Foto ist: Hendry Kusnadi Dirut Komunitas Kajian Kebijakan Publik (K3P)
Dasar hukum mengenai pengaturan waktu dan sistem kerja khusus untuk sektor energi dan pertambangan dimuat dalam:
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep.234/Men/2003
Tentang Waktu Kerja Dan Istirahat Pada Sektor Usaha Energi Dan Sumber Daya Mineral Pada Daerah Tertentu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per-15/Men/VII/2005 tentang Waktu Kerja dan Istirahat pada Sektor Usaha Pertambangan Umum pada Daerah Operasi Tertentu.
Untuk mencapai target produksi, perusahaan perlu menerapkan sistem roster ini karena jam kerja yang mencakup siang dan malam hari. Untuk itu, perlu dilakukan pengaturan jadwal roster. Perusahaan dapat memilih alternatif sesuai dengan pilihan pola waktu, kebutuhan dan kemampuan. Alternatif yang dapat dipilih perusahaan untuk menerapkan sistem kerja roster adalah sebagai berikut.
Periode kerja 10:2, yang artinya dalam satu periode kerja, pekerja bekerja selama maksimum 10 minggu berturut-turut bekerja, dengan 2 minggu berturut-turut istirahat dan setiap 2 minggu dalam periode kerja diberikan 1 hari istirahat berdasarkan Pasal 2 (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per-15/Men/VII/2005 tentang Waktu Kerja dan Istirahat pada Sektor Usaha Pertambangan Umum pada Daerah Operasi Tertentu. Jika perusahaan menerapkan sistem ini, waktu kerja paling lama 12 jam sehari tidak termasuk waktu istirahat selama 1 jam. Pengaturan roster dapat lebih variatif bisa menjadi, 8:2, 9:2, dan sebagainya sesuai dengan ketentuan perusahaan.
Periode kerja 2:1, artinya dalam satu periode kerja, pekerja bekerja selama maksimum 2 minggu atau maksimum 14 hari secara berturut-turut dan istirahat minimum 5 hari di atur dalam Pasal 5 (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep.234/Men/2003 Tentang Waktu Kerja Dan Istirahat Pada Sektor Usaha Energi Dan Sumber Daya Mineral Pada Daerah Tertentu. Kemudian pada Pasal 5 (3) Kepmen tersebut, waktu yang dipergunakan pekerja/buruh dalam perjalanan dari tempat tinggal yang diakui oleh perusahaan ke tempat kerja adalah termasuk waktu kerja apabila perjalanan memerlukan waktu 24 jam atau lebih.
Sementara untuk jumlah jam kerja per hari untuk pengaturan sistem jam kerja di hari normal di atur pada pasal 2 (3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per-15/Men/VII/2005 dan Pasal (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kep.234/Men/2003
Meski sistem roster memiliki kekurangan karena membutuhkan waktu yang lama untuk bertemu dengan keluarga, sistem roster juga memiliki keuntungan. Keuntungan dari sistem roster adalah dapat merencanakan jadwal liburan karena masa cuti yang lumayan panjang, pekerja dapat lebih fokus dan konsentrasi dalam pekerjaan, menumbuhkan kerja tim, dan lebih menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri pekerja.
Dalam sebuah kebijakan yang baik dengan diberlakukannya roster 8 minggu kerja:2 minggu isirahat ditambah 2 minggu karantina akibat Covid19 apakah kemudian disebut sudah memenuhi asaz kepatuhan atau kepatutan? Bila ingin patuh sejatinya rosternya harus menerapkan aturan yang “manusiawi” tidak didasari atas kondisional. Maksudnya bukan berarti roster 8:2 ini tidak boleh tapi dampak keselamatan pekerja dengan jadwal yang panjang tentu resiko keselamatan lebih besar dengan kurangnya waktu isirahat meskipun di akhir jadwal ada 2 minggu istirahat tentu berbeda karena isirahat yang dimaksud di sini dengan standar keselamatan (safety rule) yang dianjurkan yaitu yang ideal bagi fisik manusia.
Kemudian tambahan 2 minggu karantina tentu tidak termasuk istirahat yang diatur karena ini adalah kondisional terhadap situasi Covid19 yang merupakan kebijakan terminal. Lantas kepatutannya bagaimana? Artinya perusahaan juga harus membuka mata terhadap asaz kepatutan dalam sebuah kebijakan dengan melihat psikologi pekerja yang butuh waktu yang panjang untuk bertemu dengan keluarga dan sebagai masyarakat sosial di di lingkungan sekitarnya.
Perubahan ini sangat dirasakan oleh masyarakat terkait keberadaan pekerja yang diasumsikan sebagai individualistik dan materialistik atau yang sering dipanggil dengan sebutan “Bang Toyib yang tidak pulang pulang” sehingga dengan kebijakan ini justru perusahaan turut andil membuat asumsi – asumsi tersebut menjadi semakin kuat. Sebaliknya bila perlu perusahaan juga harus ikut mendorong konstribusi pekerjanya dalam masyarakat terutama daerahnya. Nah, dengan penerapan roster 8:2::2 ini apakah perusahaan sudah patuh dan patut?