InsideNTB.com, Mataram – Perkumpulan Ahli Hukum Kontrak Pengadaan Indonesia (PERKAHPI) NTB meminta kepada semua pemangku kebijakan untuk segera menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) Tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa di Desa.
Hal ini setelah lahirnya Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia (LPJK RI), Nomor 12 Tahun 2019, Tentang Pedoman Penyusunan Tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa, berdampak pada dicabutnya dan dinyatakan tidak berlaku aturan sebelumnya, yaitu Peraturan LKPP RI Nomor 13 Tahun 2013, dan Perubahan terakhirnya, Peraturan LKPP RI Nomor 22 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyusunan Tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.
Peraturan LKPP RI Nomor 12 Tahun 2019, Tentang Pedoman Penyusunan Tata cara Pengadaan Barang/Jasa Di Desa, yang baru diundangkan pada 13 November 2019 tentu harus segera disikapi karena menjadi satu-satunya Peraturan LKPP yang berlaku sebagai Pedoman dalam Pengadaan Barang/Jasa Di Desa.
Pada Ketentuan Peraturan LKPP RI Nomor 12 Tahun 2019 pasal 2 (dua), pengadaan di Desa menerapkan prinsip efesien, efektif, transparan, terbuka, pemberdayaan masyarakat, gotong royong, bersaing, adil dan akuntabel. Peraturan LKPP RI Nomor 12 Tahun 2019 ini juga mengatur secara rinci tugas Para Pihak dalam pengadaan di Desa, yang terdiri dari Kepala Desa, Kasi/Kaur, TPK, Masyarakat dan Penyedia dan Dalam Lampiran I mengatur beberapa hal tentang Perencanaan Pengadaan, Persiapan Pengadaan Secara Swakelola, Persiapan Pengadaan melalui Penyedia, Pelaksanaan Pengadaan Secara Swakelola, Pelaksanaan Pengadaan Secara Penyedia hingga Pelaporan dan Serah Terima.
Dalam implementasinya, tentu kegiatan pengadaan Barang/Jasa di Desa harus segera diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota, sebagaimana perintah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagaimana telah beberapa kali diubah. Terakhir, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan Pasal 52 ayat (6) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, tata cara pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa di Desa diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota tentang Pengadaan Barang/Jasa di Desa, yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan mengenai Pengadaan Barang/ Jasa di Desa.
Dalam hal ini, Muhammad Erry Satriyawan, SH CPCLE, selaku Ketua Dewan Pimpinan Daerah Perkumpulan Ahli Hukum Kontrak Pengadaan Indonesia (DPW PERKAHPI NTB), meminta Perbup tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa Di Desa segera ditetapkan oleh para Kepala Daerah, yang nantinya disesuaikan dengan kondisi masing-masing Daerah, serta mengatur lebih rinci tentang ketentuan umum, tentang Maksud dan Tujuan, Tata Nilai Pengadaan, Ruang Lingkup Pengadaan, Para Pihak, Perencanaan Pengadaan, Persiapan Pengadaan, Pelaksanaan Pengadaan, Pembayaran Prestasi Kerja, Keadaan Kahar, Pemutusan Surat Perjanjian, Sanksi, Penyelesaian Perselisihan, Pelaporan dan Serah Terima, Pembinaan Pengawasan dan Pengadaan Secara Elektronik, Ketentuan Lain-Lain, sebagimana yang tercantum dalam Lampiran II Peraturan LKPP No 12 tahun 2019 Tentang Pedoman Penyusunan Tata cara Pengadaan Barang/Jasa Di Desa.
Mengingat, kata Erry, ada fakta mengejutkan, semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan bergulirnya kebijakan Dana Desa oleh pemerintah, dimana Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat jumlah kepala desa yang menjadi tersangka terkait dengan kasus korupsi meningkat setiap tahunnya.
“Berdasarkan catatannya, pada kurun waktu 2016-2018 sudah 212 kepala desa yang menjadi tersangka korupsi,” ujar Erry dalam siaran persnya, Kamis (26/12) Malam.
Lanjut Erry, merujuk data yang ada secara keseluruhan, pemerintah mematok anggaran dana desa sebesar 72 triliun dalam APBN 2020, dimana, Anggaran Dana Desa 2020 ditujukan untuk sekitar 79.954 Desa. Lebih khusus Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, telah mempublikasikan dana transfer Daerah dan dana Desa yang dialokasikan dalam APBN 2020, Jumlah DD untuk NTB tahun 2020 mendatang naik menjadi Rp1,23 triliun. Dimana Tahun 2019, DD untuk 8 Kabupaten di NTB sebesar 1,18 triliun.
“Dari alokasi sebesar itu, Lombok Timur dan Lombok Tengah yang mendapatkan DD paling besar. Masing-masing memperoleh DD sebesar 316,38 miliar dan 209,21 miliar. Kemudian Bima 189,45 miliar. Selanjutnya, Lombok Barat 161,72 miliar, Sumbawa 148,33 miliar, Dompu 72,22 miliar, Lombok Utara 71,44 miliar dan Sumbawa Barat 62,57 miliar,” papar Erry.
Masih Erry, melihat fakta hari ini, dimana sejumlah oknum kepala desa di NTB, diduga tersangkut masalah hukum, dan ada beberapa oknum Kades yang sedang ditangani aparat penegak hukum, terkait dengan penyalahgunaan wewenang anggaran.
“Ini tentu harus menjadi atensi kita bersama, karena pada daasarnya, tidak semua kesalahan yang dilakukan berdasarkan unsur kesengajaan, tidak sedikit dari mereka para oknum Kades yang tersandung masalah hukum diduga karena faktor ketidak hati-hatian, ketidakpahaman, dan lalai dalam mengambil kebijakan yang sesuai berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang belaku, khususnya kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di Desa,” imbuh Erry kembali.
Atas dasar ini, Erry Satriyawan, yang juga Mahasiswa Pascasarjana Unram, selain meminta kepada Kepala Daerah untuk segera mengeluarkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa, nantinya juga DPW PERKAHPI NTB, akan melakukan koordinasi dengan Dinas Pemerintahan dan Perberdayaan Masyaarakat Desa dan UKPBJ diseluruh wilayah Kabupaten di NTB, untuk melakukan Sosialisasi kepada seluruh Kepala Desa tentang Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2019 sesuai Ketentuan Pasal 15. Dimana, OPD terkait memiliki tanggung jawab melakukan pembinaan dengan melibatkan UKPBJ dikabupaten setempat.
“Sosialisasi ini akan kami mulai awal Januari 2020, dimana Kabupaten Sumbawa Barat menjadi Daerah pertama kegiatan ini dilaksanakan,” sebutnya.
Sehingga, kata Erry, persoalaan tersebut dapat mengantisipasi dan meminimalisir oknum-oknum kades yang tersangkut dengan masalah hukum.
“Diharapkan implementasi dari penerapan kebijakan berdasarkan aturan tentu akan melahirkan kinerja Pengelolaan Dana Desa yang baik sehingga kedepan banyak Desa-desa di wilayah Nusa Tenggara Barat yang mendapatkan apresiasi dari Pemerintah yang berdampak pada penambahan dana Aloksi Kinerja yang berujung mensejahterakan masyarakat sesuai dengan amanat Konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku,” demikian Erry.(ID/DK)