Jakarta | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat program baru yang dihajatkan untuk pencegahan korupsi. Program baru kali ini adalah pembentukan percontohan desa antikorupsi.
Ketua KPK Firli Bahuri membuka program ini di salah satu calon desa antikorupsi, yakni di Desa Pakkato, Kecamatan Bontomarannu, Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Firli menyinggung soal anggaran sebesar Rp 468,5 triliun untuk desa yang digelontorkan sejak 2015.
“Kita sangat memahami bahwa Dana Desa yang dikucurkan oleh pemerintah pusat sejak 2015 sampai sekarang kurang lebih Rp 468,5 triliun, dan dana itu harus kita dalam rangka membangun desa, untuk mewujudkan tujuan negara,” kata Firli seperti disiarkan melalui kanal YouTube KPK, dikutip Kamis (16/6/2022),
“Nah, KPK berkepentingan untuk membebaskan para kepala desa supaya tidak terjadi praktik korupsi, kita harus hentikan. Kami tidak bahagia kalau ada para kepala desa, penyelenggara negara, bupati, gubernur, wali kota yang terjebak kasus korupsi,” imbuhnya.
Total ada 10 desa yang akan jadi percontohan, yaitu Desa Pakkato, Kecamatan Bontomarannu, Gowa; Desa Kamang Hilla, Kabupaten Agam, Sumatera Barat; Desa Hanura, Kabupaten Pesawaran, Lampung; Desa Mungguk, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat; Desa Cibiru Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat; Desa Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah; Desa Sukojati, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur; Desa Kutuh, Kabupaten Badung, Bali; Desa Kumbang, Kabupaten Lombok Timur, NTB; dan Desa Batusoko Barat, Kabupaten Ende, NTT.
Pemilihan 10 desa itu telah dimulai sejak awal Februari dengan empat tahapan.
Pertama, yakni tahapan observasi di mana tim KPK melakukan observasi terhadap 23 desa di 10 provinsi yang menjadi target untuk menilai kesiapannya yang menjadi percontohan desa antikorupsi.
Kemudian didapatkan 10 desa terpilih di 10 provinsi.
Pada kesempatan yang sama, Plt Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Wawan Wardiana mengatakan penilaian dilakukan oleh Kementerian Desa (Kemendes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan KPK.
“Yang saya katakan tadi bahwa tahapannya yang pertama adalah observasi, yang kedua nanti ada bimbingan teknis dari kami semua kemudian nanti tahap penilaian dan terakhir baru ditentukan apakah ini layak atau tidak menjadi desa antikorupsi, pada saat observasi ini sebenarnya ada 30 desa, 10 provinsi ini yang pertama itu ditentukan kita bersama dari Kemendes, Kemendagri, Kemenkeu dan KPK,” ujarnya.
“Menentukan mana 10 yang tahun ini akan dijadikan percontohan itu dari kami, dari 10 itu masing-masing provinsi mengajukan 3 desa untuk diajukan pada kami kemudian kita melakukan observasi. Dari hasil observasi itu muncul masing-masing provinsi satu di tahun ini,” tambahnya.
Selanjutnya, Wawan mengatakan kesepuluh desa itu belum tentu lolos. Penentuan dilakukan pada bulan Oktober nanti.
“Semua desa ini lolos? Belum tentu juga. Setelah dibimbing teknis ternyata masih begitu seperti itu, saya juga atau kami juga tidak akan memudahkan ya untuk karena ini masalah labeling ya, jadi kita lihat setelah bulan Oktober nanti,” ujarnya.