Kantor Desa Tua Nanga di Segel, Protes Dana Desa dan Sporadik

Sumbawa Barat | Sejumlah warga yang terdiri dari pemilik lahan, kepala dusun serta tokoh masyarakat melakukan penyegelan kantor Desa Tua Nanga, di Kecamatan Poto Tano Sumbawa Barat, Senin (22/12/2025).

Penyegelan dilakukan dengan menutup paksa gerbang kantor desa dengan bambu serta di gembok. Beredar rekaman video dan foto yang dikirimkan ke redaksi, terhadap aksi penyegelan tersebut.

“Kita ini protes dana desa yang tidak direalisasikan hingga akhir tahun ini. Kepala desa diduga berbisnis. Kami minta Bupati, Jaksa dan Polisi turun periksa Kepala Desa (Kades),” kata Kuswandi, tokoh masyarakat, kepada wartawan.

Warga lainnya, Jayadi, meminta Bupati Sumbawa Barat, Amar Nurmansyah menonaktifkan kepala desa Tua Nanga karena tidak mau melayani pendaftaran tanah warga. Menurutnya, ia dan puluhan warga pemilik sah atas lahan di desa tersebut, ditolak dibuatkan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK) oleh kepala desa setempat.

“Kami terpaksa melakukan penyegelan pak. Karena kami masyarakat tidak mau dilayani kepala desa. Kami mau mendaftarkan tanah kami dipersulit. Ada apa kepala desa ini. Alasannya selalu saja lahan tidur. Sementara mayoritas warga tidak pernah merasa ada rapat dan peraturan yang menyatakan lahan itu lahan tidur,” jelasnya.

Sejumlah masyarakat lainnya, mengaku lahan yang ditolak dibuat Sporadik kepala desa adalah lahan yang telah dikuasai puluhan kepala keluarga sejak puluhan tahun silam. Rapat yang diundang kepala desa justru tidak membuahkan solusi. Kepala desa tetap bersih keras lahan yang dikuasai warga lahan tidur atau lahan adat, padahal mayoritas warga tidak mengakuinya. Serta tanpa dasar yang jelas.

“Kepala desa diduga juga memperjual belikan tanah dilahan tidur yang diklaimnya sendiri. Katanya lahan tidur tapi dia juga yang beli dan jual dilahan itu,” kata sejumlah warga.

Kepala Desa Tua Nanga, Hamzah, mengaku tidak tahu adanya penyegelan tersebut, karena sedang tidak berada di tempat. Ia membantah adanya bisnis dan menyembunyikan anggaran desa. Ia mengatakan, dana untuk pembangunan desa ada dan tidak disalah gunakan.

“Itu ada lahan tidur, di akui oleh H. Rahman. Dia minta saya buat Sporadik 14 hektar. Sudah difasilitasi Polres. Kita sudah rapat dua kali. Tapi warga mayoritas menolak Sporadik atas nama tersebut. Saya ikut masyarakat yang banyak pak. Lahan tidur itu sudah ada sejak nenek moyang kita dulu,” ujar Hamzah, dikonfirmasi wartawan via telpon seluler.

Selanjutnya, soal protes dana desa dimana proyek fisik desa belum turun. Kepala desa mengaku pengerjaan sejumlah proyek memang ditunda sementara karena kondisi hujan dan cuaca. Jadi menurutnya tidak benar ada bisnis pribadi.

Sementara itu, mantan Kepala Desa Tua Nanga, Manawari, membantah bahwa lahan yang ditolak Kades untuk dibuatkan Sporadik adalah lahan tidur.

Menurutnya belum ada keputusan desa melalui Perdes bahwa blok Ai Aji, lahan yang dikuasai H. Abdurahman dan warga lainnya sebagai lahan tidur atau lahan adat.

“Itu tidak ada lahan tidur disitu. Itu lahan yang dikuasai masyarakat sejak dulu. Selama saya menjabat tidak ada aturan soal lahan tidur itu,” demikian, Manawari.

Hingga berita ini diturunkan, kepolisian dari Sektor Poto Tano dilaporkan telah berada dilokasi. Segel tersebut hendak dibuka Polisi secara paksa karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Sementara warga bersih keras menolak pembubaran tersebut.