Oleh: Indra Dwi Herfiansyah (Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sumbawa Barat)
Fenomena maraknya aksi begal di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dalam beberapa hari terakhir bukan hanya menjadi isu kejahatan dan kriminalitas, tetapi juga persoalan sosial yang kompleks. Kejadiannya pun tidak main-main, hampir semuanya terjadi di Taliwang yang merupakan pusat pemerintahan dan ibu kota Kabupaten Sumbawa Barat dengan populasi Jumlah penduduk 57.552 jiwa menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2023.
Tentu Kejahatan jalanan ini telah menimbulkan kekhawatiran dan keresahan publik, menurunkan rasa aman, serta berpotensi menghambat aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Dalam perspektif akademik, fenomena begal dapat dilihat melalui tiga aspek utama yaitu kriminologi, sosiologi, dan kebijakan publik.
Pertama, dari aspek kriminologi, tindakan begal adalah bentuk kejahatan jalanan (street crime) yang muncul akibat lemahnya kontrol sosial dan minimnya pengawasan aparat. Teori Routine Activity (Aktivitas Rutin) menegaskan bahwa kejahatan terjadi ketika tiga unsur bertemu:
● Pelaku yang termotivasi:
Seseorang yang memiliki niat untuk melakukan kejahatan.
● Target yang sesuai dan rentan:
Ada objek atau sasaran yang bisa menjadi korban kejahatan.
● Tidak adanya pengawasan yang memadai:
Ketiadaan orang yang dapat mencegah atau mengawasi terjadinya kejahatan.
Dalam konteks ber-KSB, faktor lain adalah lemahnya patroli di titik rawan yang dapat menjadi ruang tumbuh bagi tindak kriminal tersebut.
Kedua, dari aspek sosiologi, fenomena begal tidak bisa terlepas dari kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Tingkat pengangguran, minimnya penyerapan tenaga kerja, kesenjangan sosial, lemahnya pendidikan akhlak dan moral, pergaulan bebas serta kurangnya ruang pemberdayaan bagi generasi muda juga dapat menjadi penyebab meningkatnya tindakan kriminal. Meskipun alasan ekonomi tidak bisa dijadikan pembenaran, kondisi ini memperlihatkan adanya masalah struktural yang perlu diselesaikan oleh pemerintah daerah melalui kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan.
Ketiga, dari perspektif kebijakan publik, penanganan begal membutuhkan pendekatan terpadu. Aparat kepolisian memang memegang peran sentral dalam penegakan hukum melalui peningkatan patroli, pengawasan di titik-titik rawan, dan penindakan tegas terhadap pelaku. Namun, langkah represif harus dibarengi dengan pendekatan preventif. Pemerintah daerah perlu menyusun program jangka panjang, seperti peningkatan lapangan kerja, penguatan pendidikan karakter, serta penyediaan ruang kreatif bagi generasi muda sebagai upaya pencegahan.
HMI Cabang Sumbawa Barat menegaskan bahwa keamanan masyarakat adalah hak dan mandat konstitusional negara. Sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), yang menegaskan hak setiap orang atas rasa aman, tenteram, serta perlindungan dari ancaman dan ketakutan.
Rasa aman merupakan hak dasar warga negara yang tidak boleh diabaikan. Aparat penegak hukum dituntut hadir secara efektif, bukan hanya setelah kejadian, melainkan dalam upaya pencegahan dan perlindungan.
Rekomendasi HMI KSB
Sebagai bentuk kontribusi dan sumbangsih pemikiran, HMI Cabang Sumbawa Barat mengajukan beberapa rekomendasi kebijakan:
1. Peningkatan Keamanan dan Patroli serta Pengawasan Terpadu
Aparat kepolisian bersama pemerintah daerah harus mengidentifikasi titik-titik rawan begal dan menempatkan personel secara rutin, baik siang maupun malam.
2. Penerapan Sanksi Tegas dan Efektif
Penindakan hukum terhadap pelaku harus dilakukan secara konsisten dan transparan agar memberikan efek jera dan memulihkan kepercayaan masyarakat.
3. Program Pemberdayaan Ekonomi Pemuda
Pemerintah daerah perlu memperluas akses lapangan kerja, pelatihan keterampilan, dan pemberdayaan ekonomi kreatif bagi generasi muda agar tidak terjerumus pada tindak kriminal.
4. Edukasi dan Sosialisasi serta Kampanye Kesadaran Publik
Sosialisasi tentang bahaya nya kejahatan dan kriminalitas serta upaya peningkatan kesadaran masyarakat perlu digencarkan melalui kampus, sekolah-sekolah, organisasi kepemudaan, media-media lokal bahkan hingga ke desa-desa.
5. Pembinaan Karakter
Memberikan pembinaan dan bimbingan kepada remaja dan pemuda untuk mencegah mereka terjerumus dalam tindakan kriminal, dengan melibatkan peran orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
6. Sinergi Lintas Sektor
Pemerintah, aparat penegak hukum, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi kepemudaan, dan akademisi harus duduk bersama merumuskan strategi jangka panjang untuk membangun ekosistem sosial yang lebih aman dan kondusif.
Dengan pendekatan yang komprehensif, maraknya begal di KSB bukan hanya dapat ditekan secara represif, tetapi juga dicegah melalui solusi preventif dan struktural. HMI Cabang Sumbawa Barat siap menjadi mitra kritis sekaligus mitra strategis dalam mewujudkan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat serta menjaga kondusifitas daerah.