Gerakan Juang dan Pendidikan Kutuk Keras Oknum Guru Pemerkosa Anak Dibawah Umur di Lobar

(Foto Ilustrasi)


Mataram | Pada 6 Juli 2024 lalu, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB mendapatkan laporan telah terjadinya tindakan asusila Rudupaksa yang dilakukan oknum Guru SD berinsial BP.

Atas tindakan tersebut, korban siswi SD yang masih menganyam Pendidikan di kelas 6 mengalami kehamilan 6 bulan.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Juang dan Pendidikan Indonesia Ridha Furqon Wahyu Ramdhani mengutuk keras pelaku rudapaksa tersebut.

Selain itu, pihaknya mendesak aparat kepolisian menindak tegas dan menghukum pelaku sesuai hukum yang berlaku. Bahkan ia menyebut, bangsa ini sedang berada dalam situasi kacau balau sehingga tindakan amoral menjadi bahan tontonan sehari hari.

“Saya pribadi merasa sangat prihatin akan kejadian amoral dan bejat tersebut, sehingga kami sangat mengutuk keras dan mendesak pihak terkait untuk segera menangkap dan menghukum pelaku seadil adilnya,” tegas, Ridha dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/09/2024).

Ia juga menyesalkan sekolah yang seharusnya menjadi tempat menganyam Pendidikan harus dinodai oleh tindakan amoral tersebut. Ia juga menyayangkan pernyataan pejabat Dikbud Lombok Barat yang menyatakan bahwa pelaku hanya diberikan hukuman sedang dengan penurunan satu Tingkat jabatan yang merujuk pada PP No 9 Tahun 2024 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil karena merasa yang berhak memberikan sanksi berat hanyalah Bupati Lobar selaku PPK.

“Kami sayangkan pelaku hanya diberikan hukuman penurunan satu tingkat jabatan tentang disiplin PNS. Ini tak adil bagi pelaku rudapaksa apalagi pelaku seorang guru,” sesalnya.

Sementara, Jonni Eko Saputra selaku Ketua Dewan Pimpinan Wilayah NTB Gerakan Juang dan Pendidikan Indonesia sangat prihatin atas kasus yang menimpa anak dibawah umur.

Menurutnya, Gerakan Juang dan Pendidikan Indonesia merasa sangat risau serta tidak menerima terjadinya tindakan amoral di lingkungan pendidikan tersebut.

“Sekolah adalah tempat adik adik kita belajar dan mendapatkan ilmu, bimbingan, dan rasa aman, bukan malah menjadi korban dari perbuatan yang sangat bejat. Tindakan ini merupakan pelanggaran serius tidak hanya terhadap hukum, tetapi juga terhadap moralitas dan rasa kemanusiaan,” tegasnya.

Sehingga, pihaknya mendesak agar aparat berwenang bertindak cepat, tegas, dan adil dalam menangani kasus ini. Sehingga, hukuman yang diberikan harus mencerminkan beratnya kejahatan yang dilakukan, dan bukan sekadar sanksi administratif seperti penurunan pangkat.

“Ini adalah masalah yang menyentuh masa depan anak bangsa, dan kami tidak boleh membiarkan keadilan diabaikan,” tegasnya.

Ia pesimis jika langkah yang diambil hanya berupa hukuman ringan di khawatirkan ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan perlindungan terhadap anak anak di NTB.

“Sehingga, kami meminta serta mendesak Bupati Lobar dan seluruh pihak terkait, segera turun tangan memberikan sanksi yang berat sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta menjamin perlindungan bagi seluruh anak didik di sekolah,” tandasnya.