Jakarta – Buntut dari sejumlah pemberitaan terkait pembubaran Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) menyebabkan sejumlah pelaku sertifikasi profesi di Indonesia, termasuk pengurus Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia angkat bicara.
“Setelah membaca isi berita terkait persoalaan tersebut, ternyata ada kesalahan penulisan singkatan lembaga BSNP menjadi BNSP. Jadi, perlu diluruskan yang dibubarkan itu ternyata BSNP atau Badan Standar Nasional Pendidikan bukan BNSP atau Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP),” ungkap Hence Mandagi, Ketua LSP Pers Indonesia melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi ini, Kamis (2/9/2021).
Mandagie yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia (DPP SPRI) juga mengatakan, sebagai implementasi fungsi pers sebagai alat kontrol sosial maka informasi yang agak keliru dan terlanjur terpublikasi ke masyarakat pembaca perlu diluruskan.
Untuk itu sebagai pihak dari LSP Pers yang sedang mengurus lisensi di BNSP, Mandagie merasa perlu untuk ikut meluruskan informasi tersebut. Dan mengenai hal itu, kata dia telah dikonfirmasi ke salah satu Komisioner BNSP Henny Widyaningsih pada hari ini, (2/9/2021) di Jakarta.
Menurut Heny, bahwa kesalahan penulisan BSNP menjadi BNSP perlu diluruskan informasinya.
“Saya berharap teman-teman pers bisa ikut membantu meluruskan informasi tersebut,” ujar Henny.
Sebelumnya, ramai diberitakan, bahwa Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) resmi dibubarkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim pada 23 Agustus 2021. Pembubaran BSNP ini dan posisinya kini diganti dengan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP). Hal ini, tertuang dalam Permendikbudristek Nomor. 28/2021 tentang Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Kebijakan Menteri Nadiem Makarim tersebut, tidak ada permasalahan serius. Namun akibat pemberitaan di sejumlah media yang keliru membuat penjudulan terkait singkatan nama lembaga BSNP menjadi BNSP ternyata cukup menciptakan opini yang salah di tengah masyarakat.