InsideNTB.com, Sumbawa Barat – Sejumlah elemen masyarakat, LSM, Aktifis, dan Mahasiswa, yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sumbawa Barat Mencari Keadilan (GMSBMK) menyebut, Gunung Semoan ‘dalam genggaman korporasi’. Mereka menilai pemangku kebijakan terkesan berpihak terhadap korporasi daripada memikirkan nasib rakyatnya.
Bahkan, massa aksi mendesak Bupati Sumbawa Barat, segera mencabut Izin Usaha Pertambangan di gunung Semoan. Bukan hanya itu saja, massa aksi juga menolak keras aktivitas pertambangan yang saat ini tengah di lakukan oleh PT Sumbawa Barat Mineral (SBM).
“Kami menduga ada skandal yang di sembunyikan. Padahal, dalam pandangan demokrasi, semua terbuka dan tidak boleh ada yang di tutup-tutupi seolah-olah gunung Semoan terkesan ‘dalam genggaman korporasi,’ sebut Firman Jawas, dalam orasinya yang berlangsung di Komplek Kemutar Telu (KTC), Jum’at (25/9/2020).
Menurut Firman, sesuai dengan tugasnya, pemimpin itu lebih mengedepankan transparansi dan akuntabilitas. Jangan terkesan, yang di tonjolkan lebih berbau otoritarianisme.
Terkait dengan izin eksplorasi gunung Semoan, sambung Firman, pihaknya mengultimatum Bupati KSB, untuk menolak dan menghentikan segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh PT. SBM.
“Jika tidak, maka sangat layak, pemerintahan hari ini, dinisbatkan sebagai rezim jahiliah. Bukankah, perut bumi kita sudah cukup lama di keruk dan disedot oleh PT. Newmont Nusa Tenggara, yang sekarang diakusisi dan berubah nama menjadi PT. Aman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Hal inilah yang tidak bisa dijelaskan dengan baik oleh Bupati dan DPRD Sumbawa Barat, selama ini,” ujarnya.
Sementara, massa aksi lain juga mempertanyakan terkait persentase ‘kue’ tambang yang masuk ke kas daerah saat ini. Selain itu, massa juga mengulas terkait praktek tenaga kerja lokal yang nampak penuh dengan ‘siasat’, mulai dari jam kerja yang tidak manusiawi, pelanggaran lingkungan, dan uang tanggung jawab sosial perusahaan, yang tidak tahu kemana rimbanya.
“Kami minta Bupati dan DPRD, untuk segera mengaudit perusahaan secara total, terhadap banyaknya pelanggaran yang dilakukan. Ini, semestinya di jelaskan kepada rakyat. Tapi, justru hari ini, mereka (Bupati dan DPRD-Red), ingin mendorong proses penambangan gunung semoan yang ada di jantung kota,” kata Tony Al Kasim Korlap GMSBMK dalam orasinya.
Pantauan media di lokasi, aksi sempat tertunda, namun usai melaksanakan Sholat Jum’at, massa aksi berpindah tempat dan kembali melakukan orasi tepatnya di Bundaran Tugu Syukur, depan Graha Fitrah.
Dengan permintaan yang sama, massa mendesak pemangku kebijakan untuk menemui mereka. Namun, sayang, massa aksi kembali kecewa karena pemimpin daerah tak berada ditempat, sehingga massa aksi membubarkan diri.
Sementara, Bupati Sumbawa Barat, Dr. Ir. HW Musyafirin MM, dihadapan sejumlah awak media belum lama ini berharap kepada para aksi yang tergabung dalam GMSBMK, agar saling menjaga kewenangan masing-masing. Terkait aksi demo, dirinya tidak mempersoalkan, namun ia meminta untuk sama-sama saling menghargai kewenangan, bahwa apa yang sesungguhnya menjadi keputusan pemerintah ada ditiap-tiap tingkatan dan itu sama-sama saling menghormati.
“Nah, kalau urusan ijin kehutanan, kewenangan ijinnya di provinsi jadi seumpama saya diminta untuk mencabut ijin, itu hal yang tidak mungkin karena bukan menjadi kewenangan saya selaku Bupati,” kata H Musyafirin usai menyaksikan pendantanganan MOU dari BKSDA dengan Kelompok Bina Lingkungan ”Pakirum Mandiri pada kamis (24/09/2020) kemarin.
Menurut Bupati, kalau isu miring dikatakan bahwa Bupati telah menjual itu ini, itu tidak mungkin. Adapun terkait dengan masalah IUP di bukit Semoan, itu kewenangan Dinas Kehutanan Provinsi, karena kewenangan urusan tambang ada di Pemprov. Tak elok dengan melepas isu seolah-olah dirinya main jual sana sini.
“Apanya yang kita jual, sebelum lahir KSB konsesi 36 hektar itu sudah diberikan ke PT Indotan, jadi apa yang mau dijual oleh Kabupaten kita,” bebernya.
Terkait kedepan jelas Bupati, bahwa adanya isu berkembang kalau nanti KSB rawan longsor dan Tsunami dengan adanya Eksplorasi yang dilakukan oleh PT SBM Mitra PT Indotan, bahwa pemikiran itu sangat dangkal, justeru yang lebih membahayakan adalah adanya pertambangan rakyat di sejumlah hutan lindung secara ilegal. “Justru ini yang lebih membahayakan,” kata Bupati
Kalau mau jujur, lanjut Bupati, bahwa para penambang rakyat ilegal itu telah merusak ekosistim hutan lindung tanpa melalui kajian tehnis, sedangkan yang terjadi di bukit Samoan itu adalah kawasan Area Penggunaan Lahan (APL).
“Apalagi dibilang kalau di bukit semoan itu sebagai penampung air, itu pemikiran yang sangat dangkal,” pungkasnya.(ID/YD)